Final Piala Dunia tahun 2014 ini adalah final yang sangat klasik, yaitu Argentina berhadapan dengan Jerman. Mengapa klasik? Karena terakhir kalinya Jerman masuk ke final Piala Dunia adalah pada tahun 2002, saat mereka ditundukkan sang juara Brazil dengan dua gol tanpa balas. Sementara Argentina lebih jauh lagi. Terakhir kalinya mereka masuk ke final Piala Dunia adalah pada tahun 1990. Sudah 24 tahun yang lalu!
Itulah mengapa saya menyebut final kali ini 'klasik'. Uniknya, dua kali terakhir Argentina berhasil masuk ke final Piala Dunia, yaitu tahun 1990 dan 1986, keduanya sama-sama berhadapan dengan Jerman! Pada tahun 1986 Argentina yang menang, sementara pada tahun 1990 Jerman lah pemenangnya. Jadi, apakah tahun 2014 ini kembali giliran Argentina yang juara?
Sambil kita menghitung mundur sampai dimulainya final Piala Dunia 2014 yang ditunggu-tunggu, saya ingin membahas soal dua Piala Dunia tersebut, 1986 dan 1990. Pembahasannya bukan saya sendiri yang menulis, tapi saya pinjam dari tulisan sepupu saya yang dipublikasikan di situs www.siperubahan.com
Sepupu saya ini kualitas tulisannya jelas jauh lebih bagus dari saya. Wong saya cuma iseng-iseng. Dia juga mungkin cuma iseng-iseng sih. Tapi isengnya niat banget. Maklum, sepupu saya ini dari dulu memang kamus sepakbola berjalan.
Oke, silakan dinikmati tulisan sepupu saya di bawah ini:
:::
Piala Dunia Ke Tigabelas, Meksiko 1986: Pentas Maradona*
oleh: Andre Avizena Sigit
Pada Kongres FIFA tahun 1974, Kolombia ditunjuk sebagai tuan
rumah Piala Dunia 1986. Namun pada akhir tahun 1982, pemerintah Kolombia
menyatakan bahwa mereka mengalami kesulitan keuangan sehingga tidak sanggup
menyelenggarakan Piala Dunia. FIFA kemudian membuka lowongan penawaran, dan
pada tanggal 20 Mei 1983 Meksiko ditetapkan sebagai tuan rumah pengganti,
mengalahkan Amerika Serikat dan Kanada. Jadilah Meksiko sebagai negara pertama
yang menyelenggarakan Piala Dunia lebih dari satu kali.
Pada tanggal 19 September 1985, gempa bumi mengguncang
Meksiko, menewaskan sekitar 10 ribu jiwa. Sama halnya dengan Cile 1962, prospek
penyelenggaraan Piala Dunia sempat terancam. Namun, karena gempa tersebut tidak
merusak stadion-stadion penyelenggara, Piala Dunia Meksiko 1986 tetap berjalan
sesuai rencana.
Diantara 24 negara peserta, terdapat beberapa tim debutan,
yaitu Kanada, Irak, dan ‘tim dinamit’ Denmark. Kanada lolos setelah menyisihkan
Honduras. Sementara itu, Irak lolos dari zone Asia-Oceania bersama-sama Korea
Selatan yang kembali lolos ke putaran final Piala Dunia untuk pertama kalinya
sejak 1954. Uday Hussein, putra diktator Saddam Hussein yang menjabat sebagai
Ketua Komite Olimpiade Irak, sering turun tangan sendiri menegakkan disiplin besi
di timnas Irak. Hukuman yang lazim untuk mangkir latihan adalah menjalani
tahanan di sel, sedangkan untuk kegagalan memanfaatkan tendangan penalti atau
peluang emas, biasanya kaki si pemain disabet kabel listrik.
Dari Eropa, ‘tim dinamit’ Denmark telah mengejutkan publik
bola dunia dengan lolosnya mereka ke babak semifinal Piala Eropa 1984. Sepak
bola Denmark mengalami kemajuan pesat sejak para pemainnya eksodus ke luar
negeri untuk bermain di liga-liga utama Eropa. Ada bintang muda berusia 21
tahun Michael Laudrup yang baru saja turut membawa Juventus juara Seri A dan
Piala Interkontinental. Preben Elkjær Larsen ada di tim Verona yang menjuarai
Seri A musim 1984-85, ditambah laskar Liga Inggris: juara Liga Inggris Jan
Mølby (Liverpool), John Sivebæk dan Jesper Olsen (Manchester United), serta
Søren Lerby (Bayern München) dan Frank Arnesen (PSV Eindhoven).
FIFA mengubah sistem pertandingan. Ke-24 tim dibagi kedalam
6 grup (A sampai dengan F). Selepas babak penyisihan grup, negara-negara yang
lolos langsung menghadapi babak 16 besar dengan sistem gugur. Enam belas tempat
tersebut diisi dari juara dan runner-up dari keenam grup, ditambah dengan empat
tim peringkat ketiga terbaik.
Juara bertahan Italia membuka Piala Dunia Meksiko 1986 di
Stadion Azteca, 31 Mei 1986, Kota Meksiko, menghadapi Bulgaria. Menjelang Piala
Dunia, bintang mereka di Spanyol 1982 Paolo Rossi masih bergelut dengan cedera.
Penampilan tim besutan Enzo Bearzot tidak semenarik tarian dan karnaval yang
disajikan tuan rumah di upacara pembukaan. Alessandro Altobelli membuka skor
bagi Gli Azzurri. Namun permainan Italia hambar. Malah pada akhir pertandingan,
Bulgaria menyamakan kedudukan melalui sundulan Nasko Sirakov.
Di Stadion Olimpiade, Kota Meksiko, Argentina menang 3-1
atas Korsel. Diego Maradona yang kini menyandang ban kapten, sering dihadang
dengan keras oleh barisan pertahanan Korsel. Berbeda dengan empat tahun lalu,
kali ini ia lebih matang, terutama dari sisi emosional. Jorge Valdano
menghasilkan dua gol dan Oscar Ruggeri menyumbang satu gol. Persamaan ketiga
gol? Seluruhnya berasal dari umpan Maradona.
Italia dan Argentina kembali bertemu, kali ini di Puebla.
Argentina yang sempat tertinggal melalui penalti Altobelli, bangkit. Valdano
menyajikan umpan lambung matang kepada Maradona, yang diselesaikan sang kapten
dari sudut sempit. Dalam pertandingan melawan Korsel, Altobelli kembali tampil
sebagai aktor kunci bagi Italia. Ia mencetak 2 gol bagi Italia dan Italia
menang 3-2. Sementara Argentina memukul Bulgaria 2-0 dan menjuarai Grup A.
Kedua gol diciptakan melalui sundulan, oleh Valdano dan Jorge Burruchaga. Gol
Burruchaga adalah hasil umpan matang Maradona. Argentina lolos didampingi
Italia dan Bulgaria.
Tuan rumah Meksiko mengawali pertandingan mereka di Grup B
menghadapi Belgia. Si anak emas, striker Real Madrid Hugo Sánchez yang menjadi
satu-satunya anggota tim yang bermain di luar Meksiko, menyumbang gol kedua
melalui sundulan kepala, dan mereka menang 2-1. Sesungguhnya Meksiko gagal
menampilkan permainan yang cemerlang. Mereka kemudian seri 1-1 melawan
Paraguay, dan di pertandingan terakhir, hanya mampu mengalahkan Irak lewat gol
tunggal Fernando Quirarte. Meksiko lolos, didampingi Paraguay dan Belgia.
Belgia tampil sebagai tim peringkat tiga dengan peringkat terbaik, setelah Enzo
Scifo dan rekan-rekannya menang 2-1 melawan Irak dan imbang 2-2 dengan
Paraguay.
Di Grup C, juara Eropa Perancis memperoleh lawan tangguh:
Uni Sovyet. Sovyet yang diasuh Valeriy Lobanovskiy sebagian besar terdiri dari
pemain-pemain Ukraina dari Dynamo Kyiv, yang baru saja menjuarai Piala Winners
1986. Saat Perancis menang 1-0 atas Kanada di León, Sovyet langsung menggebrak
dengan melabrak Hungaria 6-0 di Irapuato. Pada duel Perancis-Sovyet, tim
‘beruang merah’ unggul lebih dahulu pada menit ke-53 melalui tembakan keras
jarak jauh Vasiliy Rats. Hanya tujuh menit kemudian, Perancis membalas melalui
gol Luis Fernández. Di pertandingan terakhir, Perancis menghantam Hungaria 3-0,
sedangkan Uni Sovyet membungkam Kanada 2-0. Kedua tim lolos ke babak 16
besar.
Grup D beranggotakan Brasil, Spanyol, Aljazair dan Irlandia
Utara. Sama halnya dengan Meksiko 1970, Brasil kembali berkandang di
Guadalajara. Brasil masih dilatih Telê Santana, dengan kualitas jogo bonito
yang setara tim Brasil di Spanyol 1982, namun dengan para pemain yang lebih
muda. Zico masih dipanggil ke timnas meski dalam kondisi fisik tidak prima
karena sedang menjalani pemulihan cederanya. Duo striker São Paulo FC, Careca
dan Muller dipanggil dan menjadi bagian starting eleven. Di lini tengah,
Sócrates ditemani gelandang bertahan Ricardo Rogério de Brito yang
dijuluki ‘Alemão’ (‘Si Jerman’) karena
tampilan fisiknya dianggap mirip orang Jerman.
Brasil memulai Piala Dunia dengan menang 1-0 atas tim
matador Spanyol melalui gol Socrates, yang menyundul bola muntah setelah
tendangan Careca membentur mistar gawang dan mental di tanah. Sebelumnya
Spanyol mencetak gol, namun tendangan voli keras Michel yang membentur mistar
dan jatuh di belakang garis gawang tidak dinyatakan sebagai gol oleh penjaga
garis AS David Socha dan wasit Australia Chris Bambridge.
Melawan Aljazair, Brasil hanya mampu menang 1-0 melalui gol
tunggal Careca. Namun melawan Irlandia Utara, Brasil tak tertahankan menang
3-0. Careca membuat gol dari umpan Muller dari sayap kanan. Bek kanan Josimar
menambah gol melalui tendangan spektakuler dari luar kotak penalti. Kiper
Irlandia Utara dan Tottenham Hotspur Pat Jennings yang sedang merayakan hari
ulang tahunnya yang ke-41 tampil cukup baik dengan menggagalkan beberapa peluang
emas Brasil. Namun Careca akhirnya mencetak gol ketiga Brasil, setelah
bekerjasama satu-dua dengan Zico. Brasil menang telak 3-0, dan menjuarai Grup
D, didampingi Spanyol, yang di pertandingan terakhir grup menjungkalkan
Aljazair 3-0.
Grup E adalah ‘grup neraka’. Di sini bergabung sesama juara
dunia dua kali Jerman Barat dan Uruguay, ‘tim dinamit’ Denmark, dan Skotlandia.
‘Der Kaiser’ Franz Beckenbauer kini menjadi pelatih ‘tim panser’ Jerbar,
setelah menggantikan Jupp Derwall yang gagal di Euro ’84. Kedua raksasa, Jerbar
dan Uruguay bermain imbang 1-1 di Queretaro. Antonio Alzamendi lebih dulu
membobol gawang Jerbar, dan disamakan oleh Klaus Allofs. Dinamit Denmark yang
memukul Skotlandia 1-0 pada partai pertama mereka, meledakkan Uruguay 6-1. Elkjær
Larsen membuat hattrick. Bintang Uruguay Enzo Francescoli yang digadang-gadang
akan bersinar di Meksiko ’86 tidak berkutik, hanya mampu mencetak gol tunggal
Uruguay lewat titik penalti. Uruguay juga harus bermain 10 orang karena Miguel
Bossio dikartumerah.
Jerbar yang menang 2-1 melawan Skotlandia pun merasakan
ledakan dinamit Denmark di partai terakhir grup. Denmark menang 2-0 melalui
penalti Olsen dan Eriksen. Sementara di partai Skotlandia melawan Uruguay,
pemain Uruguay José Batista menjadi pemain yang paling cepat dikeluarkan wasit
sepanjang sejarah Piala Dunia ketika ia dikartumerah wasit Joël Quiniou saat
pertandingan baru berjalan setengah menit setelah mengasari Gordon Strachan.
Pertandingan berakhir 0-0. Denmark dan Jerbar lolos. Uruguay yang tampil buruk,
beruntung lolos sebagai salah satu dari empat tim peringkat tiga terbaik.
Di Grup F, Inggris dikejutkan Portugal yang mengalahkan
mereka 1-0 melalui gol Carlos Manuel. Namun tim kejutan sesungguhnya adalah
wakil Afrika Maroko, yang kembali hadir di Piala Dunia untuk pertama kalinya
setelah 16 tahun, saat Piala Dunia juga diselenggarakan di Meksiko. Polandia
dan Inggris ditahan 0-0. Di laga terakhir, Maroko memukul Portugal 3-1.
Abderrazak Khairi menyumbang dua gol pertama bagi Maroko, diikuti gol Abdelkrim
Merry. Portugal membalas lewat gol sia-sia Diamantino. Maroko menjuarai Grup F.
Di pertandingan lain, Gary Lineker tampil ganasdan mencetak hattrick dalam
waktu 35 menit awal pertandingan untuk menjotos Polandia 3-0. Inggris menyertai
Maroko sebagai runner-up. Polandia menjadi salah satu tim tempat ketiga
terbaik, dan turut lolos.
Babak 16 besar. Di Stadion Azteca, tuan rumah Meksiko menang
2-0 atas Bulgaria. Manuel Negrete mencetak gol gunting spektakuler.
Pertandingan seru terjadi ketika Uni Sovyet jumpa Belgia di León. Igor Belanov
membawa Sovyet unggul dua kali, namun Belgia berbalik unggul 2-4 melalui gol
Ceulemans, Stéphane Demol dan Nico Claesen. Belanov membuat hattrick dengan
menambah gol melalui titik putih, namun Sovyet kalah 3-4.
Di Stadion Olimpiade Meksiko, juara Eropa Perancis
menghadapi juara bertahan Italia. Lini tengah Perancis yang dijuluki ‘carré
magique’ (‘segi empat magis’) dengan motornya Michel Platini, yang didukung
Jean Tigana, Alain Giresse dan Luis Fernández, lebih kuat dan kreatif. Baru 14
menit pertandingan berjalan, umpan Dominique Rocheteau diselesaikan Platini
dengan sontekan melewati kiper Giovanni Galli. Di babak kedua, berawal dari
Platini, kerjasama Rocheteau dan Tigana membuka umpan matang bagi Yannick
Stopyra untuk menyelesaikannya ke gawang Italia. Skor 2-0, dan sang juara
bertahan tersingkir. Pelatih Enzo Bearzot yang mempersembahkan gelar juara
dunia ketiga untuk Italia, mundur dari jabatannya.
Sementara di Guadalajara, Brasil menggasak Polandia 4-0.
Sócrates membuka skor melalui tendangan penalti. Josimar, yang membuat gol
spektakuler saat menghadapi Irlandia Utara, masuk ke kotak penalti Polandia,
melewati dua pemain dan membuat gol spektakuler dari sudut sempit. Selanjutnya,
dari serangan balik, Careca dengan cantik mengumpan ke belakang memakai
tumitnya kepada Edinho. Edinho mengecoh bek Polandia sekaligus kiper Józef
Młynarczyk sebelum mengarahkan bola ke gawang kosong. Terakhir, Zico yang
tinggal berhadapan dengan Młynarczyk, dilanggar di kotak penalti. Careca
mengeksekusi penalti dengan jitu, dan Brasil pun menang telak 4-0.
Tim dinamit Denmark yang menjuarai Grup E sepertinya akan
kembali meledak di babak 16 besar ketika mereka unggul 1-0 atas runner-up Grup
D Spanyol melalui penalti Olsen. Namun ‘Si Burung Nazar’ Emílio Butragueño
mengamuk dan mencetak empat gol, satu diantaranya penalti. Ditambah satu
penalti lagi dari Andoni Goikoetxea, dinamit Denmark dimusnahkan. Secara
mengejutkan, Spanyol menghabisi Denmark 5-1.
Di Monterrey, Maroko yang tampil sebagai paket kejutan
Meksiko ’86, akhirnya dihentikan oleh Jerbar yang menang 1-0 melalui tendangan
bebas Lothar Matthäus di menit-menit akhir. Jerbar lolos ke perempat final
menghadapi tuan rumah Meksiko di kota yang sama. Meskipun tercipta cukup banyak
peluang dari kedua tim, namun 120 menit pertandingan berakhir 0-0. Pada drama
adu penalti, Jerbar akhirnya menang telak 4-1 setelah Pierre Littbarski sukses
mengemban tugas sebagai eksekutor terakhir, sementara Schumacher sukses menahan
dua penalti dari Quirarte dan Raúl Servín. Perjalanan tuan rumah pun berakhir.
Di Puebla, Belgia lolos ke semifinal dengan memenangi adu
penalti 5-4 atas Spanyol setelah bermain seri 1-1. Jan Ceulemans membuka skor
untuk Belgia, namun pada menit-menit akhir 90 menit laga, pemain cadangan Juan
Señor membuat skor 1-1. Pada kontes adu penalti, kiper Belgia Jean-Marie Pfaff
berhasil menahan penalti Eloy, dan eksekusi Leo van der Elst menjadi penentu
lolosnya Belgia ke semifinal.
Pertandingan perempat final di Guadalajara tanggal 21 Juni
menghadirkan dua tim yang sama-sama memainkan sepak bola atraktif: Brasil dan
Perancis. Careca membawa Brasil unggul pada menit ke-17 setelah menerima umpan
Júnior hasil kerjasama cantik satu-dua dengan Muller. Pada menit ke-40, Platini
membawa Perancis menyamakan kedudukan.
Pada babak perpanjangan waktu, Brasil memasukkan Zico.
Pengaruhnya langsung terasa. Serangan Brasil menjadi lebih bervariasi. Zico
memberi umpan terobosan kepada Branco yang melakukan overlapping. Tangan kiper
Perancis Joël Bats menabrak kaki Branco. Penalti! Tugas eksekutor dibebankan
kepada Zico. Gagal. Penaltinya ditepis oleh Bats. Di babak kedua perpanjangan
waktu, Bruno Bellone dihadang kiper Brasil Carlos yang menghambat Bellone
dengan tangannya sehingga Bellone kehilangan momen untuk mencetak gol, meski
masih mampu menggiring bola. Para pemain Perancis memrotes kejadian tersebut,
namun wasit Rumania Ioan Igna bergeming. Adu penalti menjadi harapan terakhir.
Sócrates yang membuka adu penalti untuk Brasil, gagal. Dalam
kedudukan 3-3, Platini mengambil penalti, tepat di hari ulang tahunnya yang
ke-31. Tendangannya melambung di atas mistar. Namun Perancis kembali di atas
angin setelah eksekusi Júlio César menghantam tiang sebelah kanan. Fernández
tidak menyia-nyiakan kesempatan yang diberikan kepadanya, dan Perancis lolos ke
semifinal. Sekali lagi, pasukan jogo bonito Telê Santana gagal, meski
menampilkan kualitas permainan sepak bola tingkat tinggi, yang cantik, ofensif
dan produktif.
Sementara itu, di babak 16 besar Maradona dan Argentina
berhadapan dengan musuh bebuyutan mereka, Uruguay. Pedro Pasculli mencetak gol
tunggal kemenangan Argentina setelah Maradona mengawali bangunan serangan.
Maradona sendiri memiliki satu peluang emas ketika tendangan bebasnya membentur
mistar gawang. Golnya dianulir, dan beberapa umpan matangnya gagal dimanfaatkan
rekan-rekannya menjadi gol. Argentina pun lolos ke perempat final, dan
berhadapan dengan Inggris yang menaklukkan Paraguay 3-0 di babak 16 besar. Pers
memanasi situasi dengan mengangkat luka lama hubungan kedua negara: Perang
Malvinas (Falklands). Partai ini juga kemudian banyak dikenang oleh para
pecandu bola dunia.
Pada menit ke-51, Maradona melakukan penetrasi ke kotak
penalti Inggris. Steve Hodge salah menghalau bola ke arah kiper Peter Shilton.
Maradona menyongsong bola, mendahului Shilton dengan menjangkau bola
menggunakan tangannya, dan bola masuk ke gawang. Maradona melakukan selebrasi,
dan rekan-rekannya seperti ragu menghampirinya. Terry Fenwick dan Glenn Hoddle
protes ke wasit Tunisia Ali Ben Naceur, namun sia-sia.
Maradona kemudian mengomentari kontroversi golnya, ”Sebagian
dicetak dengan kepala Maradona, dan sebagian dengan tangan Tuhan.” Oleh
karenanya, gol kontroversial ini kemudian dikenal sebagai ‘gol tangan Tuhan’.
Namun tidak ada yang bisa menyangkal kehebatan gol kedua Maradona. Dari
lapangan tengah, ia mengecoh Peter Beardsley dan Peter Reid, kemudian
menggiring bola melewati Terry Butcher, Terry Fenwick, sampai akhirnya melewati
Peter Shilton dan menjaringkan bola. Inggris membalas melalui gol sundulan Lineker.
Meski tersisih secara pahit karena ulah Maradona baik dalam arti negatif maupun
positif, Inggris menempatkan Lineker sebagai pencetak gol terbanyak Meksiko ’86
dengan 6 gol.
Pentas Maradona berlanjut ke babak semifinal melawan Belgia.
Sampai babak pertama berakhir, kedudukan masih 0-0. Tendangan bebas Maradona
yang ditepis Pfaff mental kearah Valdano yang segera menyambarnya, namun gol
Valdano dianulir karena ia terlebih dahulu menyentuhnya dengan lengan.
Di awal babak kedua, Burruchaga mengumpan ke kotak penalti.
Maradona menjemput bola dan langsung menyendok bola melewati dua bek Belgia
sekaligus kiper Pfaff. Gol kelas dunia. Pada menit ke-63, Maradona menggiring
bola memasuki melewati 4 pemain Belgia termasuk kapten Eric Gerets dan
mengarahkan bola ke pojok kiri gawang Pfaff. Sekali lagi, gol kelas dunia, dan
lebih spektakuler daripada gol pertama. Argentina menang 2-0, dan lolos ke
final. Adakah yang mampu menghentikan Maradona?
Pada semifinal sebelumnya di Guadalajara, terjadi ulangan
semifinal 1982 Jerbar-Perancis. Semifinal kali ini kurang menegangkan
dibandingkan duel di Spanyol 1982, namun tetap menarik. Tendangan bebas Andreas
Brehme membuat Jerbar unggul saat pertandingan baru berjalan 9 menit. Kedua tim
saling bertukar serangan di babak pertama.
Di babak kedua, Platini memimpin rekan-rekannya menggempur
Jerbar dan menghasilkan beberapa peluang, namun frustrasi sebab tak kunjung
memperoleh gol. Tendangan Stopyra dalam situasi satu lawan satu dengan
Schumacher masih mampu diblok. Platini sendiri mencetak gol, namun dianulir
karena off-side.
Di injury time, saat para pemain Perancis asyik menyerang,
Schumacher melempar bola ke Felix Magath, yang segera mengirim umpan ke Rudi
Völler di daerah pertahanan Perancis yang kosong. Völler melambungkan bola di
atas kiper Perancis Joël Bats yang maju menyongsong bola. Pemain depan Werder
Bremen itu kemudian menjemput bola dan menceploskan bola ke gawang kosong.
Perancis yang telah tampil impresif selama empat tahun terakhir, kembali
dipaksa gigit jari oleh lawan yang sama.
Perebutan juara ketiga Perancis melawan Belgia di Puebla
berlangsung terbuka. Seperti tahun 1982, Platini absen. Kedua tim bermain
terbuka dan saling jual-beli serangan tanpa beban. Perancis akhirnya menang
4-2, namun Belgia pulang dengan kepala tegak, sebab posisi keempat ini adalah
pencapaian tertinggi dalam sejarah persepakbolaan mereka.
Kota Meksiko, 29 Juni 1986. Stadion Azteca menggelar laga
final Argentina melawan Jerbar. Jika di final Meksiko ’70 publik menanti aksi
Pelé, maka kali ini sekitar 115.000 penonton menunggu kiprah Maradona. Jika di
final 1966 pelatih Jerbar Helmut Schön menginstruksikan Beckenbauer untuk
mengawal Bobby Charlton, di final kali ini pelatih Beckenbauer menginstruksikan
Matthäus untuk menempel Maradona.
Sepertinya Argentina akan menang mudah ketika José Luis
Brown membawa Argentina unggul 1-0 melalui sundulan kepala dari tendangan bebas
Burruchaga. Valdano kemudian memperbesar keunggulan menjadi 2-0, mengakhiri
rangkaian umpan pendek antara Maradona dan Héctor Enrique. Namun di babak kedua
Jerbar bangkit. Dari dua tendangan sudut, Jerbar menyamakan kedudukan. Pertama,
oleh sodokan Karl-Heinz Rummenigge dari jarak dekat, dan kedua, melalui
sundulan Völler.
Di tengah situasi kritis ini, pada menit ke-84 Maradona yang
dikawal empat pemain Jerbar memberikan umpan kepada Burruchaga, yang berdiri
bebas. Pemain klub Nantes ini pun menggiring bola dan dengan jitu menempatkan
bola di bawah badan Schumacher dengan tendangan silangnya untuk mengunci skor
menjadi 3-2 bagi Argentina.
Argentina juara dunia kedua kalinya. Piala Dunia Meksiko ’86
menjadi ajang unjuk kebolehan Diego Maradona. Perannya sangat sentral di dalam
tim, sebagai motor tim sekaligus pencetak gol dan pengumpan kelas wahid. Dengan
gembira ia menerima dan mencium Piala Dunia FIFA dari Presiden Meksiko Miguel
de la Madrid. Empat tahun lalu di Spanyol ia kecewa dan mengecewakan, namun
kali ini ia mampu menjadikan Meksiko ’86 sebagai pentasnya. Penampilannya di
Meksiko ’86 ini melayakkannya dikenang sebagai salah satu legenda sepak bola
terbesar sepanjang sejarah.
- See more at:
http://www.siperubahan.com/read/973/Piala-Dunia-Ketigabelas-Meksiko-1986-Pentas-Maradona#sthash.5HsAWQPS.dpuf
::
*tulisan ini di-copy dari link yang saya berikan di atas, atas seizin penulisnya
PS: thanks ya Mas Andre :-*
Tidak ada komentar:
Posting Komentar