Tampilkan postingan dengan label piala dunia 2014. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label piala dunia 2014. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 12 Juli 2014

Piala Dunia 1900, Serial Piala Dunia dari Blog Sebelah

Masi tentang final Piala Dunia 2014 antara Argentina melawan Jerman, selain mirip dengan final Piala Dunia 1986 di Mexico, yang sudah dibahas di post sebelum ini, final tahun 2014 ini juga mengingatkan pada final tahun 1990 di Italia. Setelah pada tahun 1986 Argentina yang keluar sebagai juara, di tahun 1990 giliran Jerman yang juara.

Yang menarik untuk dicermati adalah, pada tahun 1994, Brazil akhirnya berhasil masuk ke final setelah gagal mencapai final selama 24 tahun. Sebelum tahun 1994, terakhir kali Brazil masuk ke final adalah pada tahun 1970. Yang menarik lagi adalah, lawan Brazil di Piala Dunia 1994, adalah Italia, yang tidak lain adalah juga lawan mereka di tahun 1970.

Seperti halnya Brazil di tahun 1994, final tahun 2014 ini juga pertama kalinya Argentina masuk ke final setelah 24 tahun, karena terakhir kalinya adalah tahun 1990. Dan siapakah lawan mereka di tahun 1990? Jerman! Lawan mereka di final Piala Dunia 2014 nanti!

Seperti post sebelumnya, saya memberikan link ke tulisan sepupu saya:

http://www.siperubahan.com/read/1019/Piala-Dunia-Keempatbelas-Italia-1990-Pesta-Jerman-di-Tengah-Anti-klimaks-Turnamen

Kamis, 10 Juli 2014

Piala Dunia 1986, Serial Piala Dunia dari blog sebelah

Final Piala Dunia tahun 2014 ini adalah final yang sangat klasik, yaitu Argentina berhadapan dengan Jerman. Mengapa klasik? Karena terakhir kalinya Jerman masuk ke final Piala Dunia adalah pada tahun 2002, saat mereka ditundukkan sang juara Brazil dengan dua gol tanpa balas. Sementara Argentina lebih jauh lagi. Terakhir kalinya mereka masuk ke final Piala Dunia adalah pada tahun 1990. Sudah 24 tahun yang lalu!

Itulah mengapa saya menyebut final kali ini 'klasik'. Uniknya, dua kali terakhir Argentina berhasil masuk ke final Piala Dunia, yaitu tahun 1990 dan 1986, keduanya sama-sama berhadapan dengan Jerman! Pada tahun 1986 Argentina yang menang, sementara pada tahun 1990 Jerman lah pemenangnya. Jadi, apakah tahun 2014 ini kembali giliran Argentina yang juara?

Sambil kita menghitung mundur sampai dimulainya final Piala Dunia 2014 yang ditunggu-tunggu, saya ingin membahas soal dua Piala Dunia tersebut, 1986 dan 1990. Pembahasannya bukan saya sendiri yang menulis, tapi saya pinjam dari tulisan sepupu saya yang dipublikasikan di situs www.siperubahan.com

Sepupu saya ini kualitas tulisannya jelas jauh lebih bagus dari saya. Wong saya cuma iseng-iseng. Dia juga mungkin cuma iseng-iseng sih. Tapi isengnya niat banget. Maklum, sepupu saya ini dari dulu memang kamus sepakbola berjalan.

Oke, silakan dinikmati tulisan sepupu saya di bawah ini:

:::

Piala Dunia Ke Tigabelas, Meksiko 1986: Pentas Maradona*
oleh: Andre Avizena Sigit

Pada Kongres FIFA tahun 1974, Kolombia ditunjuk sebagai tuan rumah Piala Dunia 1986. Namun pada akhir tahun 1982, pemerintah Kolombia menyatakan bahwa mereka mengalami kesulitan keuangan sehingga tidak sanggup menyelenggarakan Piala Dunia. FIFA kemudian membuka lowongan penawaran, dan pada tanggal 20 Mei 1983 Meksiko ditetapkan sebagai tuan rumah pengganti, mengalahkan Amerika Serikat dan Kanada. Jadilah Meksiko sebagai negara pertama yang menyelenggarakan Piala Dunia lebih dari satu kali.                                    

Pada tanggal 19 September 1985, gempa bumi mengguncang Meksiko, menewaskan sekitar 10 ribu jiwa. Sama halnya dengan Cile 1962, prospek penyelenggaraan Piala Dunia sempat terancam. Namun, karena gempa tersebut tidak merusak stadion-stadion penyelenggara, Piala Dunia Meksiko 1986 tetap berjalan sesuai rencana.   

Diantara 24 negara peserta, terdapat beberapa tim debutan, yaitu Kanada, Irak, dan ‘tim dinamit’ Denmark. Kanada lolos setelah menyisihkan Honduras. Sementara itu, Irak lolos dari zone Asia-Oceania bersama-sama Korea Selatan yang kembali lolos ke putaran final Piala Dunia untuk pertama kalinya sejak 1954. Uday Hussein, putra diktator Saddam Hussein yang menjabat sebagai Ketua Komite Olimpiade Irak, sering turun tangan sendiri menegakkan disiplin besi di timnas Irak. Hukuman yang lazim untuk mangkir latihan adalah menjalani tahanan di sel, sedangkan untuk kegagalan memanfaatkan tendangan penalti atau peluang emas, biasanya kaki si pemain disabet kabel listrik.

Dari Eropa, ‘tim dinamit’ Denmark telah mengejutkan publik bola dunia dengan lolosnya mereka ke babak semifinal Piala Eropa 1984. Sepak bola Denmark mengalami kemajuan pesat sejak para pemainnya eksodus ke luar negeri untuk bermain di liga-liga utama Eropa. Ada bintang muda berusia 21 tahun Michael Laudrup yang baru saja turut membawa Juventus juara Seri A dan Piala Interkontinental. Preben Elkjær Larsen ada di tim Verona yang menjuarai Seri A musim 1984-85, ditambah laskar Liga Inggris: juara Liga Inggris Jan Mølby (Liverpool), John Sivebæk dan Jesper Olsen (Manchester United), serta Søren Lerby (Bayern München) dan Frank Arnesen (PSV Eindhoven).      

FIFA mengubah sistem pertandingan. Ke-24 tim dibagi kedalam 6 grup (A sampai dengan F). Selepas babak penyisihan grup, negara-negara yang lolos langsung menghadapi babak 16 besar dengan sistem gugur. Enam belas tempat tersebut diisi dari juara dan runner-up dari keenam grup, ditambah dengan empat tim peringkat ketiga terbaik.  

Juara bertahan Italia membuka Piala Dunia Meksiko 1986 di Stadion Azteca, 31 Mei 1986, Kota Meksiko, menghadapi Bulgaria. Menjelang Piala Dunia, bintang mereka di Spanyol 1982 Paolo Rossi masih bergelut dengan cedera. Penampilan tim besutan Enzo Bearzot tidak semenarik tarian dan karnaval yang disajikan tuan rumah di upacara pembukaan. Alessandro Altobelli membuka skor bagi Gli Azzurri. Namun permainan Italia hambar. Malah pada akhir pertandingan, Bulgaria menyamakan kedudukan melalui sundulan Nasko Sirakov.   

Di Stadion Olimpiade, Kota Meksiko, Argentina menang 3-1 atas Korsel. Diego Maradona yang kini menyandang ban kapten, sering dihadang dengan keras oleh barisan pertahanan Korsel. Berbeda dengan empat tahun lalu, kali ini ia lebih matang, terutama dari sisi emosional. Jorge Valdano menghasilkan dua gol dan Oscar Ruggeri menyumbang satu gol. Persamaan ketiga gol? Seluruhnya berasal dari umpan Maradona. 

Italia dan Argentina kembali bertemu, kali ini di Puebla. Argentina yang sempat tertinggal melalui penalti Altobelli, bangkit. Valdano menyajikan umpan lambung matang kepada Maradona, yang diselesaikan sang kapten dari sudut sempit. Dalam pertandingan melawan Korsel, Altobelli kembali tampil sebagai aktor kunci bagi Italia. Ia mencetak 2 gol bagi Italia dan Italia menang 3-2. Sementara Argentina memukul Bulgaria 2-0 dan menjuarai Grup A. Kedua gol diciptakan melalui sundulan, oleh Valdano dan Jorge Burruchaga. Gol Burruchaga adalah hasil umpan matang Maradona. Argentina lolos didampingi Italia dan Bulgaria.      

Tuan rumah Meksiko mengawali pertandingan mereka di Grup B menghadapi Belgia. Si anak emas, striker Real Madrid Hugo Sánchez yang menjadi satu-satunya anggota tim yang bermain di luar Meksiko, menyumbang gol kedua melalui sundulan kepala, dan mereka menang 2-1. Sesungguhnya Meksiko gagal menampilkan permainan yang cemerlang. Mereka kemudian seri 1-1 melawan Paraguay, dan di pertandingan terakhir, hanya mampu mengalahkan Irak lewat gol tunggal Fernando Quirarte. Meksiko lolos, didampingi Paraguay dan Belgia. Belgia tampil sebagai tim peringkat tiga dengan peringkat terbaik, setelah Enzo Scifo dan rekan-rekannya menang 2-1 melawan Irak dan imbang 2-2 dengan Paraguay.

Di Grup C, juara Eropa Perancis memperoleh lawan tangguh: Uni Sovyet. Sovyet yang diasuh Valeriy Lobanovskiy sebagian besar terdiri dari pemain-pemain Ukraina dari Dynamo Kyiv, yang baru saja menjuarai Piala Winners 1986. Saat Perancis menang 1-0 atas Kanada di León, Sovyet langsung menggebrak dengan melabrak Hungaria 6-0 di Irapuato. Pada duel Perancis-Sovyet, tim ‘beruang merah’ unggul lebih dahulu pada menit ke-53 melalui tembakan keras jarak jauh Vasiliy Rats. Hanya tujuh menit kemudian, Perancis membalas melalui gol Luis Fernández. Di pertandingan terakhir, Perancis menghantam Hungaria 3-0, sedangkan Uni Sovyet membungkam Kanada 2-0. Kedua tim lolos ke babak 16 besar.  

Grup D beranggotakan Brasil, Spanyol, Aljazair dan Irlandia Utara. Sama halnya dengan Meksiko 1970, Brasil kembali berkandang di Guadalajara. Brasil masih dilatih Telê Santana, dengan kualitas jogo bonito yang setara tim Brasil di Spanyol 1982, namun dengan para pemain yang lebih muda. Zico masih dipanggil ke timnas meski dalam kondisi fisik tidak prima karena sedang menjalani pemulihan cederanya. Duo striker São Paulo FC, Careca dan Muller dipanggil dan menjadi bagian starting eleven. Di lini tengah, Sócrates ditemani gelandang bertahan Ricardo Rogério de Brito yang dijuluki  ‘Alemão’ (‘Si Jerman’) karena tampilan fisiknya dianggap mirip orang Jerman. 

Brasil memulai Piala Dunia dengan menang 1-0 atas tim matador Spanyol melalui gol Socrates, yang menyundul bola muntah setelah tendangan Careca membentur mistar gawang dan mental di tanah. Sebelumnya Spanyol mencetak gol, namun tendangan voli keras Michel yang membentur mistar dan jatuh di belakang garis gawang tidak dinyatakan sebagai gol oleh penjaga garis AS David Socha dan wasit Australia Chris Bambridge. 

Melawan Aljazair, Brasil hanya mampu menang 1-0 melalui gol tunggal Careca. Namun melawan Irlandia Utara, Brasil tak tertahankan menang 3-0. Careca membuat gol dari umpan Muller dari sayap kanan. Bek kanan Josimar menambah gol melalui tendangan spektakuler dari luar kotak penalti. Kiper Irlandia Utara dan Tottenham Hotspur Pat Jennings yang sedang merayakan hari ulang tahunnya yang ke-41 tampil cukup baik dengan menggagalkan beberapa peluang emas Brasil. Namun Careca akhirnya mencetak gol ketiga Brasil, setelah bekerjasama satu-dua dengan Zico. Brasil menang telak 3-0, dan menjuarai Grup D, didampingi Spanyol, yang di pertandingan terakhir grup menjungkalkan Aljazair 3-0.

Grup E adalah ‘grup neraka’. Di sini bergabung sesama juara dunia dua kali Jerman Barat dan Uruguay, ‘tim dinamit’ Denmark, dan Skotlandia. ‘Der Kaiser’ Franz Beckenbauer kini menjadi pelatih ‘tim panser’ Jerbar, setelah menggantikan Jupp Derwall yang gagal di Euro ’84. Kedua raksasa, Jerbar dan Uruguay bermain imbang 1-1 di Queretaro. Antonio Alzamendi lebih dulu membobol gawang Jerbar, dan disamakan oleh Klaus Allofs. Dinamit Denmark yang memukul Skotlandia 1-0 pada partai pertama mereka, meledakkan Uruguay 6-1. Elkjær Larsen membuat hattrick. Bintang Uruguay Enzo Francescoli yang digadang-gadang akan bersinar di Meksiko ’86 tidak berkutik, hanya mampu mencetak gol tunggal Uruguay lewat titik penalti. Uruguay juga harus bermain 10 orang karena Miguel Bossio dikartumerah.

Jerbar yang menang 2-1 melawan Skotlandia pun merasakan ledakan dinamit Denmark di partai terakhir grup. Denmark menang 2-0 melalui penalti Olsen dan Eriksen. Sementara di partai Skotlandia melawan Uruguay, pemain Uruguay José Batista menjadi pemain yang paling cepat dikeluarkan wasit sepanjang sejarah Piala Dunia ketika ia dikartumerah wasit Joël Quiniou saat pertandingan baru berjalan setengah menit setelah mengasari Gordon Strachan. Pertandingan berakhir 0-0. Denmark dan Jerbar lolos. Uruguay yang tampil buruk, beruntung lolos sebagai salah satu dari empat tim peringkat tiga terbaik.   

Di Grup F, Inggris dikejutkan Portugal yang mengalahkan mereka 1-0 melalui gol Carlos Manuel. Namun tim kejutan sesungguhnya adalah wakil Afrika Maroko, yang kembali hadir di Piala Dunia untuk pertama kalinya setelah 16 tahun, saat Piala Dunia juga diselenggarakan di Meksiko. Polandia dan Inggris ditahan 0-0. Di laga terakhir, Maroko memukul Portugal 3-1. Abderrazak Khairi menyumbang dua gol pertama bagi Maroko, diikuti gol Abdelkrim Merry. Portugal membalas lewat gol sia-sia Diamantino. Maroko menjuarai Grup F. Di pertandingan lain, Gary Lineker tampil ganasdan mencetak hattrick dalam waktu 35 menit awal pertandingan untuk menjotos Polandia 3-0. Inggris menyertai Maroko sebagai runner-up. Polandia menjadi salah satu tim tempat ketiga terbaik, dan turut lolos.

Babak 16 besar. Di Stadion Azteca, tuan rumah Meksiko menang 2-0 atas Bulgaria. Manuel Negrete mencetak gol gunting spektakuler. Pertandingan seru terjadi ketika Uni Sovyet jumpa Belgia di León. Igor Belanov membawa Sovyet unggul dua kali, namun Belgia berbalik unggul 2-4 melalui gol Ceulemans, Stéphane Demol dan Nico Claesen. Belanov membuat hattrick dengan menambah gol melalui titik putih, namun Sovyet kalah 3-4.    

Di Stadion Olimpiade Meksiko, juara Eropa Perancis menghadapi juara bertahan Italia. Lini tengah Perancis yang dijuluki ‘carré magique’ (‘segi empat magis’) dengan motornya Michel Platini, yang didukung Jean Tigana, Alain Giresse dan Luis Fernández, lebih kuat dan kreatif. Baru 14 menit pertandingan berjalan, umpan Dominique Rocheteau diselesaikan Platini dengan sontekan melewati kiper Giovanni Galli. Di babak kedua, berawal dari Platini, kerjasama Rocheteau dan Tigana membuka umpan matang bagi Yannick Stopyra untuk menyelesaikannya ke gawang Italia. Skor 2-0, dan sang juara bertahan tersingkir. Pelatih Enzo Bearzot yang mempersembahkan gelar juara dunia ketiga untuk Italia, mundur dari jabatannya.  

Sementara di Guadalajara, Brasil menggasak Polandia 4-0. Sócrates membuka skor melalui tendangan penalti. Josimar, yang membuat gol spektakuler saat menghadapi Irlandia Utara, masuk ke kotak penalti Polandia, melewati dua pemain dan membuat gol spektakuler dari sudut sempit. Selanjutnya, dari serangan balik, Careca dengan cantik mengumpan ke belakang memakai tumitnya kepada Edinho. Edinho mengecoh bek Polandia sekaligus kiper Józef Młynarczyk sebelum mengarahkan bola ke gawang kosong. Terakhir, Zico yang tinggal berhadapan dengan Młynarczyk, dilanggar di kotak penalti. Careca mengeksekusi penalti dengan jitu, dan Brasil pun menang telak 4-0.

Tim dinamit Denmark yang menjuarai Grup E sepertinya akan kembali meledak di babak 16 besar ketika mereka unggul 1-0 atas runner-up Grup D Spanyol melalui penalti Olsen. Namun ‘Si Burung Nazar’ Emílio Butragueño mengamuk dan mencetak empat gol, satu diantaranya penalti. Ditambah satu penalti lagi dari Andoni Goikoetxea, dinamit Denmark dimusnahkan. Secara mengejutkan, Spanyol menghabisi Denmark 5-1.           

Di Monterrey, Maroko yang tampil sebagai paket kejutan Meksiko ’86, akhirnya dihentikan oleh Jerbar yang menang 1-0 melalui tendangan bebas Lothar Matthäus di menit-menit akhir. Jerbar lolos ke perempat final menghadapi tuan rumah Meksiko di kota yang sama. Meskipun tercipta cukup banyak peluang dari kedua tim, namun 120 menit pertandingan berakhir 0-0. Pada drama adu penalti, Jerbar akhirnya menang telak 4-1 setelah Pierre Littbarski sukses mengemban tugas sebagai eksekutor terakhir, sementara Schumacher sukses menahan dua penalti dari Quirarte dan Raúl Servín. Perjalanan tuan rumah pun berakhir.

Di Puebla, Belgia lolos ke semifinal dengan memenangi adu penalti 5-4 atas Spanyol setelah bermain seri 1-1. Jan Ceulemans membuka skor untuk Belgia, namun pada menit-menit akhir 90 menit laga, pemain cadangan Juan Señor membuat skor 1-1. Pada kontes adu penalti, kiper Belgia Jean-Marie Pfaff berhasil menahan penalti Eloy, dan eksekusi Leo van der Elst menjadi penentu lolosnya Belgia ke semifinal. 

Pertandingan perempat final di Guadalajara tanggal 21 Juni menghadirkan dua tim yang sama-sama memainkan sepak bola atraktif: Brasil dan Perancis. Careca membawa Brasil unggul pada menit ke-17 setelah menerima umpan Júnior hasil kerjasama cantik satu-dua dengan Muller. Pada menit ke-40, Platini membawa Perancis menyamakan kedudukan.

Pada babak perpanjangan waktu, Brasil memasukkan Zico. Pengaruhnya langsung terasa. Serangan Brasil menjadi lebih bervariasi. Zico memberi umpan terobosan kepada Branco yang melakukan overlapping. Tangan kiper Perancis Joël Bats menabrak kaki Branco. Penalti! Tugas eksekutor dibebankan kepada Zico. Gagal. Penaltinya ditepis oleh Bats. Di babak kedua perpanjangan waktu, Bruno Bellone dihadang kiper Brasil Carlos yang menghambat Bellone dengan tangannya sehingga Bellone kehilangan momen untuk mencetak gol, meski masih mampu menggiring bola. Para pemain Perancis memrotes kejadian tersebut, namun wasit Rumania Ioan Igna bergeming. Adu penalti menjadi harapan terakhir. 

Sócrates yang membuka adu penalti untuk Brasil, gagal. Dalam kedudukan 3-3, Platini mengambil penalti, tepat di hari ulang tahunnya yang ke-31. Tendangannya melambung di atas mistar. Namun Perancis kembali di atas angin setelah eksekusi Júlio César menghantam tiang sebelah kanan. Fernández tidak menyia-nyiakan kesempatan yang diberikan kepadanya, dan Perancis lolos ke semifinal. Sekali lagi, pasukan jogo bonito Telê Santana gagal, meski menampilkan kualitas permainan sepak bola tingkat tinggi, yang cantik, ofensif dan produktif.

Sementara itu, di babak 16 besar Maradona dan Argentina berhadapan dengan musuh bebuyutan mereka, Uruguay. Pedro Pasculli mencetak gol tunggal kemenangan Argentina setelah Maradona mengawali bangunan serangan. Maradona sendiri memiliki satu peluang emas ketika tendangan bebasnya membentur mistar gawang. Golnya dianulir, dan beberapa umpan matangnya gagal dimanfaatkan rekan-rekannya menjadi gol. Argentina pun lolos ke perempat final, dan berhadapan dengan Inggris yang menaklukkan Paraguay 3-0 di babak 16 besar. Pers memanasi situasi dengan mengangkat luka lama hubungan kedua negara: Perang Malvinas (Falklands). Partai ini juga kemudian banyak dikenang oleh para pecandu bola dunia.

Pada menit ke-51, Maradona melakukan penetrasi ke kotak penalti Inggris. Steve Hodge salah menghalau bola ke arah kiper Peter Shilton. Maradona menyongsong bola, mendahului Shilton dengan menjangkau bola menggunakan tangannya, dan bola masuk ke gawang. Maradona melakukan selebrasi, dan rekan-rekannya seperti ragu menghampirinya. Terry Fenwick dan Glenn Hoddle protes ke wasit Tunisia Ali Ben Naceur, namun sia-sia.

Maradona kemudian mengomentari kontroversi golnya, ”Sebagian dicetak dengan kepala Maradona, dan sebagian dengan tangan Tuhan.” Oleh karenanya, gol kontroversial ini kemudian dikenal sebagai ‘gol tangan Tuhan’. Namun tidak ada yang bisa menyangkal kehebatan gol kedua Maradona. Dari lapangan tengah, ia mengecoh Peter Beardsley dan Peter Reid, kemudian menggiring bola melewati Terry Butcher, Terry Fenwick, sampai akhirnya melewati Peter Shilton dan menjaringkan bola. Inggris membalas melalui gol sundulan Lineker. Meski tersisih secara pahit karena ulah Maradona baik dalam arti negatif maupun positif, Inggris menempatkan Lineker sebagai pencetak gol terbanyak Meksiko ’86 dengan 6 gol.

Pentas Maradona berlanjut ke babak semifinal melawan Belgia. Sampai babak pertama berakhir, kedudukan masih 0-0. Tendangan bebas Maradona yang ditepis Pfaff mental kearah Valdano yang segera menyambarnya, namun gol Valdano dianulir karena ia terlebih dahulu menyentuhnya dengan lengan.

Di awal babak kedua, Burruchaga mengumpan ke kotak penalti. Maradona menjemput bola dan langsung menyendok bola melewati dua bek Belgia sekaligus kiper Pfaff. Gol kelas dunia. Pada menit ke-63, Maradona menggiring bola memasuki melewati 4 pemain Belgia termasuk kapten Eric Gerets dan mengarahkan bola ke pojok kiri gawang Pfaff. Sekali lagi, gol kelas dunia, dan lebih spektakuler daripada gol pertama. Argentina menang 2-0, dan lolos ke final. Adakah yang mampu menghentikan Maradona?

Pada semifinal sebelumnya di Guadalajara, terjadi ulangan semifinal 1982 Jerbar-Perancis. Semifinal kali ini kurang menegangkan dibandingkan duel di Spanyol 1982, namun tetap menarik. Tendangan bebas Andreas Brehme membuat Jerbar unggul saat pertandingan baru berjalan 9 menit. Kedua tim saling bertukar serangan di babak pertama. 

Di babak kedua, Platini memimpin rekan-rekannya menggempur Jerbar dan menghasilkan beberapa peluang, namun frustrasi sebab tak kunjung memperoleh gol. Tendangan Stopyra dalam situasi satu lawan satu dengan Schumacher masih mampu diblok. Platini sendiri mencetak gol, namun dianulir karena off-side.

Di injury time, saat para pemain Perancis asyik menyerang, Schumacher melempar bola ke Felix Magath, yang segera mengirim umpan ke Rudi Völler di daerah pertahanan Perancis yang kosong. Völler melambungkan bola di atas kiper Perancis Joël Bats yang maju menyongsong bola. Pemain depan Werder Bremen itu kemudian menjemput bola dan menceploskan bola ke gawang kosong. Perancis yang telah tampil impresif selama empat tahun terakhir, kembali dipaksa gigit jari oleh lawan yang sama.

Perebutan juara ketiga Perancis melawan Belgia di Puebla berlangsung terbuka. Seperti tahun 1982, Platini absen. Kedua tim bermain terbuka dan saling jual-beli serangan tanpa beban. Perancis akhirnya menang 4-2, namun Belgia pulang dengan kepala tegak, sebab posisi keempat ini adalah pencapaian tertinggi dalam sejarah persepakbolaan mereka. 

Kota Meksiko, 29 Juni 1986. Stadion Azteca menggelar laga final Argentina melawan Jerbar. Jika di final Meksiko ’70 publik menanti aksi Pelé, maka kali ini sekitar 115.000 penonton menunggu kiprah Maradona. Jika di final 1966 pelatih Jerbar Helmut Schön menginstruksikan Beckenbauer untuk mengawal Bobby Charlton, di final kali ini pelatih Beckenbauer menginstruksikan Matthäus untuk menempel Maradona.

Sepertinya Argentina akan menang mudah ketika José Luis Brown membawa Argentina unggul 1-0 melalui sundulan kepala dari tendangan bebas Burruchaga. Valdano kemudian memperbesar keunggulan menjadi 2-0, mengakhiri rangkaian umpan pendek antara Maradona dan Héctor Enrique. Namun di babak kedua Jerbar bangkit. Dari dua tendangan sudut, Jerbar menyamakan kedudukan. Pertama, oleh sodokan Karl-Heinz Rummenigge dari jarak dekat, dan kedua, melalui sundulan Völler.

Di tengah situasi kritis ini, pada menit ke-84 Maradona yang dikawal empat pemain Jerbar memberikan umpan kepada Burruchaga, yang berdiri bebas. Pemain klub Nantes ini pun menggiring bola dan dengan jitu menempatkan bola di bawah badan Schumacher dengan tendangan silangnya untuk mengunci skor menjadi 3-2 bagi Argentina.

Argentina juara dunia kedua kalinya. Piala Dunia Meksiko ’86 menjadi ajang unjuk kebolehan Diego Maradona. Perannya sangat sentral di dalam tim, sebagai motor tim sekaligus pencetak gol dan pengumpan kelas wahid. Dengan gembira ia menerima dan mencium Piala Dunia FIFA dari Presiden Meksiko Miguel de la Madrid. Empat tahun lalu di Spanyol ia kecewa dan mengecewakan, namun kali ini ia mampu menjadikan Meksiko ’86 sebagai pentasnya. Penampilannya di Meksiko ’86 ini melayakkannya dikenang sebagai salah satu legenda sepak bola terbesar sepanjang sejarah.


- See more at: http://www.siperubahan.com/read/973/Piala-Dunia-Ketigabelas-Meksiko-1986-Pentas-Maradona#sthash.5HsAWQPS.dpuf

::

*tulisan ini di-copy dari link yang saya berikan di atas, atas seizin penulisnya

PS: thanks ya Mas Andre :-*

Statistik Finalis Piala Dunia dari Tahun ke Tahun

Buat yang udah bosen liat postingan tentang pilpres pada timeline-timeline di berbagai social media, gue nggak tau kapan penderitaan itu akan berakhir. Karena ternyata, 9 Juli udah lewat, timeline masih rame aja soal pilpres. Jangan-jangan setelah lewat tanggal 22 Juli, masih ada aja yang posting-posting kebusukan presiden terpilih.
Tapi buat yang udah bosen liat postingan-postingan gue yang isinya tentang bolaaaaaaa mulu, tenaaang…. Sebentar lagi Piala Dunia 2014 segera berakhir. Kalau Jerman yang menang, gue jamin gue pasti berhenti nulis, bahkan finalnya pun mungkin nggak gue bahas-bahas lagi. Tapi kalopun akhirnya Argentina yang menang… (amiiiiiiiiinnnn amiiiiinnn amiiiiiiiiiiiiinnnn!!!!) paling parah gue nulis tentang Piala Dunia cuma sampe akhir Juli.

So…

Di tulisan kali ini gue mau ngebahas soal final yang akan segera terjadi, antara Tim Tango berhadapan dengan Tim Panzer. Yah, kalo seneng yang cantik-cantik, biasanya sih doyan tango. Yang suka yang ganteng-ganteng, en macho-macho, ya panzer lah ya. Hehe nggak deng. Bebas lah, suka-suka mau suka yang mana. Emang pilpres! (Maaf yah, tulisan tentang bola jadi agak tercemar pilpres)

Di sini gue mau bahas finalis World Cup dari masa ke masa:

Daftar finalis World Cup dari tahun 1930 – 2014:
1930      Uruguay 4 – 2 Argentina
1934      Italy 2 – 1 Czechoslovakia
1938      Italy 4 – 2 Hungary
1950      Uruguay 2 – 1 Brazil
1954      (West) Germany 3 – 2 Hungary
1958      Brazil 5 – 2 Sweden
1962      Brazil 3 – 1 Czechoslovakia
1966      England 4 – 2 (West) Germany
1970      Brazil 4 – 1 Italy
1974      Germany 2 – 1 Netherlands
1978      Argentina 3 – 1 Netherlands
1982      Italy 3 – 1 (West) Germany
1986      Argentina 3 – 2 (West) Germany
1990      Germany 1 – 0 Argentina
1994      Brazil 0 (3) – 0 (2) Italy (penalties)
1998      France 3 – 0 Brazil
2002      Brazil 2 – 0 Germany
2006      Italy 1 (5) – 1 (3) France (penalties)
2010      Spain 1 – 0 Netherlands
2014      Argentina ? – ? Germany

*yang di-Bold adalah pemenang Piala Dunia

Dari 20 kali Piala Dunia yang pernah dilangsungkan dari tahun 1930 – 2014, didapatkan statistik seperti ini:

Negara yang paling banyak juara (baru sampai 2010):
1. Brazil (5)
2. Italy (4)
3. Germany (3)
4. Argentina, Uruguay (2)
5. England, France, Spain (1)

Negara yang paling sering masuk final:
1. Germany (8)
2. Brazil (7)
3. Italy (6)
4. Argentina (5)
5. Netherlands (3)
6. Uruguay, Hungary, Czechoslovakia, France (2)
7. Sweden, England, Spain (1)

Ternyata, walaupun Brazil adalah negara yang paling banyak memenangkan Piala Dunia, yaitu sudah 5 kali juara, namun negara yang paling banyak masuk ke final adalah Jerman. Brazil masuk final sebanyak 7 kali dan memenangkan 5 di antaranya. Sementara Jerman masuk ke final sudah 8 kali, dan baru memenangkan 3 di antaranya. Final ke-8 mereka ini bisa saja menjadi juara kali yang ke-4.
Di bawah Jerman dan Brazil, ada Italia yang sudah masuk final sebanyak 6 kali, dan memenangkan 4 di antaranya. Dan hebatnya adalah, hanya 2 dari 19 kali final Piala Dunia yang sudah berlangsung, yang berakhir dengan adu penalty, dan keduanya melibatkan Italia. Yang pertama adalah pada final Piala Dunia 1994 di Amerika Serikat, yang dimenangkan oleh Brazil dengan skor 3 – 2. Hmm…, pengalaman pahit bagi Italia. Namun kali ke dua mereka menghadapi adu penalty di final Piala Dunia, yaitu tahun 2006, Italy berhasil mengalahkan Prancis dengan skor 5 – 3.
Setelah Italia, ada Argentina, yang sudah 5 kali berhasil masuk ke final Piala Dunia. Dari 5 kali masuk ke final, Argentina baru memenangi 2 di antaranya, yaitu pada tahun 1978, dan pada tahun 1986. Yang menarik adalah, dua final terakhir (sebelum 2014 ini) yang dihadapi Argentina, sama-sama berhadapan dengan Jerman. Pada tahun 1986, Argentina yang memenangkan pertandingan. Namun pada tahun 1990, giliran Jerman yang menang. Apakah ini artinya tahun 2014 ini kembali giliran Argentina yang menang? Kita lihat saja nanti!

Selain itu, ada Belanda, yang sudah 3 kali masuk final, namun belum juga berhasil menjuarai Piala Dunia. Sebaliknya, Uruguay, malah baru dua kali masuk final, namun setiap kali masuk final, pasti juara. Tapi, ya itu dulu sih… tahun 1930 dan 1950, jaman Ken Arok masih clubbing.
Selain Belanda, ada juga Hungaria dan Czech. Rep. yang masing-masing sudah 2 kali masuk final, namun tidak pernah juara. Lalu ada Swedia yang pernah masuk final saat mereka menjadi tuan rumah pada tahun 1958, namun gagal menjadi juara. Siapa juaranya pada saat itu? Yak! Brazil, saudara-saudara!

Lalu ada Prancis, yang sudah dua kali masuk final, dua-duanya pada era Zidane. Yang satunya pada saat mereka menjadi tuan rumah tahun 1998, yang mereka juarai setelah menggulung Brazil dengan tiga gol tanpa balas. Kenapa Brazil kalo digolin nggak bales ya? Mungkin emang pemaaf. Halah!
Yang ke dua adalah saat Prancis kalah dari Italia di final 2006 melalui adu penalty.


Terakhir, selain Swedia, ada dua lagi negara yang baru sekali masuk ke final, namun tidak seperti Swedia, dua negara ini menjadi juara. Yang pertama adalah Inggris, yang juga menjadi tuan rumah pada Piala Dunia 1966. Tapi yang lebih hebat adalah Spanyol, yang pertama kali masuk final, dan sekaligus pertama kali jadi juara, bukan saja tidak sebagai tuan rumah, tapi juga di luar benuanya, yaitu saat Piala Dunia diadakan di Afrika Selatan 4 tahun yang lalu.

A Totally Different Game: Another Penalties for Holland

Argentina 0 (4)                  –             0 (2) Netherlands

Seolah ada permainan adu penalty berantai dalam Piala Dunia 2014 ini.

Semuanya diawali dari adu penalty yang terjadi di babak 16 besar, antara Yunani berhadapan dengan Costa Rica. Setelah bermain imbang 1 – 1 dalam 120 menit, pertandingan diakhiri dengan adu penalty. Saat itu, Costa Rica lah yang menjadi pemenangnya.

Namun, setelah pertandingan itu, Costa Rica harus kembali menghadapi adu penalty setelah bermain imbang tanpa gol saat menghadapi Belanda di babak perempat final. Kali itu, giliran Costa Rica yang kalah adu penalty dari Belanda.

Dan ternyata eh ternyata… Belanda pun membawa adu penalty berantai itu kepada akhir pertandingan mereka di semifinal melawan Argentina.

Sangat berkebalikan dengan pertandingan semifinal sebelumnya antara Brazil melawan Jerman, pertandingan antara Argentina dengan Belanda berlangsung dengan hambar tanpa satu gol pun. Entah karena cari aman, atau memang sudah lelah dengan pertandingan-pertandingan berat sebelumnya, Belanda dan Argentina tidak menunjukkan ketajaman masing-masing saat berhadapan di semifinal malam itu.

Belanda, tim yang membantai tim matador Spanyol, dan lolos sebagai juara grup B dengan nilai sempurna, 9, karena memenangkan tiga dari tiga pertandingan di babak penyisihan grup, yang sampai babak perempat final masih tercatat sebagai tim pencetak gol terbanyak dengan perolehan 12 gol, sudah gagal menambah perolehan gol mereka dalam dua pertandingan berturut-turut.

Sementara Argentina pun memiliki rekor yang tidak kalah canggih. Walaupun hanya mencatatkan kemenangan-kemenangan tipis, namun langkah Argentina menuju ke semifinal benar-benar mantap. Sama seperti Belanda, Argentina memenangkan semua pertandingan mereka di babak penyisihan grup dan meraih poin penuh 9. Kemudian Argentina melalui babak 16 besar dan perempat final dengan kemenangan mutlak, tanpa adu penalty. Lionel Messi, pemain termahal dunia pada saat ini, tidak pernah bisa dibendung barisan pertahanan sekokoh apapun.

Namun, nyatanya, kedua tim kuat itu belum mampu saling menerobos pertahanan.

Sekali lagi, mungkin karena sama-sama main aman. Mungkin juga karena sama-sama lelah. Tapi ada satu kemungkinan lagi. Kemungkinan yang lucu dan tidak masuk akal, yaitu... Belanda harus menyerahkan tongkat estafet adu penalty berantai kepada Argentina.

Belanda mendapat kesempatan untuk menendang lebih dulu. Dan, baru tendangan pertama saja, penendang Belanda, Ron Vlaar, sudah gagal mencetak angka. Sementara Lionel Messi, yang menjadi penendang pertama dari kubu Argentina, sukses melesakkan bola ke gawang.... Jasper Chillessen! Oops....kayaknya...ada yang lupa ganti kiper niiiihh... *lirik Van Gaalau

Kedudukan 1 - 0 untuk keunggulan sementara Argentina.

Penendang ke dua Belanda, Arjen Robben, dan penendang ke dua Argentina, Ezequiel Garay, sama-sama berhasil mencetak gol. Kedudukan sementara 2 - 1 untuk keunggulan Argentina.

Penendang ke tiga dari Belanda adalah Wesley Sneijder. Apakah seorang Wesley Sneijder bisa mencetak gol ke gawang Sergio Romero?? Tidak, saudara-saudara!! Sneijder gagal! Sementara Sergio Aguero berhasil mencetak gol!

Sudah dua orang penendang Belanda yang gagal mencetak angka, sementara penendang Argentina belum ada satupun yang meleset. Kedudukan sementara 3 - 1 untuk keunggulan Argentina, dan tinggal dua kali lagi kesempatan menendang.

Penendang ke empat Belanda, Dirk Kuyt, memang berhasil mencetak gol. Namun, dengan berhasilnya Rodriguez mencetak angka ke empat bagi Argentina, selesai lah sudah adu penalty itu!

Dan, seperti aturan main sebelumnya, tim pembawa tongkat estafet lah yang kalah adu penalty.


Argentina melenggang ke final untuk berhadapan dengan Jerman. Final yang sangatlah klasik.

Pencetak gol terbanyak sementara:
6
James Rodríguez (Colombia)

5
Thomas Muller (Germany)

4
Neymar (Brazil)
Lionel Messi (Argentina)

3
Van Persie, Robben (Netherlands)
Karim Benzema (France)
Enner Valencia (Ecuador)
X. Shaqiri (Switzerland)
André Schürrle (Germany)

2
Tim Cahill (Australia)
Mario Mandzukic, Ivan Perisic (Croatia)
J. Martinez (Colombia)
Gervinho, Wilfried Bony (Ivory Coast)
Luis Suarez (Uruguay)
Andre Ayew, Asamoah Gyan (Ghana)
Clint Dempsey (USA)
Memphis Depay (Netherlands)
Islam Slimani (Algeria)
Alexis Sanchez (Chile)
Bryan Ruiz (Costa Rica)
Abdelmoumene Djabou (Algeria)
Matt Hummels, Miroslav Klose, T. Kroos (Germany)
David Luiz, Oscar (Brazil)

1
Fred, Fernandinho, Thiago Silva (Brazil)
Peralta, R. Marquez, Guardado, Hernandez, Giovani Dos Santos (Mexico)
Xabi Alonso, David Villa, Fernando Torres, Juan Mata (Spain)
De Virjk, Fer, Wesley Sneijder, Huntelaar (Netherlands)
Valdivia, Beausoujour (Chile)
Teófilo Gutiérrez, Pablo Armero, Juan Quintero, Cuadrado (Colombia)
Edinson Cavani, Diego Godin (Uruguay)
Joel Campbell, Óscar Duarte, Marco Ureña (Costa Rica)
Marchisio, Balotelli (Italy)
Sturridge, Wayne Rooney (England)
Keisuke Honda, S. Osazaki (Japan)
Admir Mehmedi, Haris Seferovic, Blerim Dzemaili, Granit Xhaka (Switzerland)
Ibisevic, E. Dzeko, M. Pjanic, Vrsajevic (Bosnia-Herzegovina)
Mario Gotze, Mesut Özil, Sami Khedira (Germany)
John Brook jr, Jermaine Jones, Julian Green (USA)
Sofiane Feghouli, Rafik Halliche, Yacine Brahimi (Algeria)
Marouane Fellaini, Dries Mertens, Divock Origi, Vertonghen, Kevin De Brunye, Romelu Lukaku (Belgium)
Lee Keunho, Son Heung Min, Koo Jacheol (South Korea)
Alexander Kerzhakov, A. Kokorin (Russia)
Ivica Olic (Croatia)
Mile Jedinak (Australia)
Olivier Giroud, Blaise Matuidi, Mathieu Valbuena, Moussa Sissoko, Paul Pogba (France)
Carlo Costly (Honduras)
Peter Odemwingie, A. Musa (Nigeria)
Nani, Silvestre Varela, Cristiano Ronaldo (Portugal)
J. Matip (Cameroon)
A. Samaris, G. Samaras, Sokratis Papastathopoulos (Greece)
Marcos Rojo, Angel Di Maria, Gonzalo Higuain (Argentina)
Reza (Iran)

159 gol dicetak 112 pemain dari 32 tim/negara.
Total goals (including own goals): 166 goals
135 goals group stage
18 goals top 16
5 goals quarter final

8 goals semi final

It's A Damn Blood Bath!

Brazil 1                 –             7 Germany
Oscar ’90                            T. Muller ‘11
                                             M. Klose ‘23
                                             T. Kroos ’24, ‘26
                                             S. Khedira ‘29
                                             A. Schurrle ’69, ‘79


Secara sangat mengejutkan, hujan gol terjadi di pertandingan semifinal antara tim tuan rumah Brazil dengan Jerman. Brazil harus turun tanpa dua pemain pilarnya. Neymar menderita cidera tulang punggung saat Brazil berhadapan dengan Colombia di babak perempat final. Sementara Thiago Silva harus absen karena akumulasi kartu kuning yang diterimanya dalam dua pertandingan yang berurutan, yakni pertandingan melawan Chile di 16 besar dan Colombia di perempat final.

Walau tanpa dua pemain pilarnya, banyak yang memperkirakan Brazil tidak akan mudah untuk dikalahkan begitu saja. Bahkan Joachim Loeuw juga tidak menganggap enteng tim yang akan dihadapi anak-anak asuhnya.

Namun tampaknya kehilangan dua pemain pilar memang mempengaruhi penampilan Brazil malam itu. Bukan karena kehilangan skill dan kualitas, tapi karena penurunan moril para pemain tim samba. Saat menghadapi Jerman di semifinal, Brazil seolah bermain tanpa perlawanan.

Gol Thomas Muller di menit ke-11 menjadi awal petaka bagi Brazil. Setelah gol itu, o Seleção tampak langsung panik. Bermaksud membalas gol pertama, Brazil malah kebobolan gol ke dua di menit ke-23 dengan gol Miroslav Klose.

Gol itu tidak saja merebut harapan Brazil untuk masuk ke final, tapi juga merebut gelar top scorer sepanjang masa Piala Dunia dari pemain Brazil, Ronaldo Luiz Nazario da Lima, yang juga hadir di stadion pada malam itu. Gol Miroslav Klose pada pertandingan ini adalah golnya yang ke-16, yang membuatnya merebut gelar top scorer yang selama ini dipegang Ronaldo dengan 15 gol.

Lebih parahnya lagi, belum selesai para suporter Jerman merayakan gol ke dua, tidak sampai satu menit, gol sudah kembali terjadi, kali ini melalui tendangan Toni Kroos. Pemain muda Jerman ini kemudian kembali mencetak gol tidak sampai dua menit kemudian. Hujan gol ke gawang Brazil di babak pertama diakhiri dengan gol Sami Khedira di menit ke-29.

Luar biasa! Dalam waktu kurang dari 10 menit, gawang Brazil dibombardir dengan empat buah gol.

Suporter Brazil menangis. Ketinggalan dua atau tiga gol mungkin masih bisa disusul. Namun setelah gol ke lima, Brazil seolah sudah benar-benar kehilangan harapan. Apalagi tidak adanya mental juara dari para pemain Brazil.

Di babak ke dua, Jerman semakin memperbesar keunggulan mereka melalui dua gol Andre Schurrle pada menit ke-69 dan 79. Gol itu langsung membawa Jerman sebagai tim pencetak gol terbanyak, sekaligus melempar Brazil ke posisi sebagai tim dengan jumlah kebobolan terbanyak di Piala Dunia 2014.

Jerman baru mengizinkan Brazil memperkecil ketinggalan di menit ke-90 melalui gol Oscar. Jerman pun melenggang gagah ke final dengan kemenangan 7 - 1 atas tuan rumah Brazil.

Rapopo..., masih ada perebutan juara ke-3. Setidaknya prestasi tahun ini masih lebih baik bagi Brazil yang mampu mencapai semifinal. Di dua Piala Dunia sebelumnya, Brazil hanya mampu mencapai babak perempat final.

Sabtu, 05 Juli 2014

Quarter Final, 4th Match: Netherlands vs Costa Rica

Netherlands 0 (4)              –             0 (3) Costa Rica

Setelah tiga pertandingan perempat final lainnya yang terkesan hambar dan tanpa drama, akhirnya drama yang ditunggu-tunggu terjadi pada pertandingan terakhir di babak perempat final, yaitu Belanda melawan Costa Rica.

Setelah Italy dan Inggris, kini giliran Belanda yang harus menghadapi kokohnya dinding pertahanan Costa Rica, yang dijaga ketat oleh Cristian Gamboa, Johnny Acosta, Giancarlo Gonzales, Michael Umaña, dan salah satu penjaga gawang terbaik Piala Dunia 2014, Keylor Navas.

Selama 120 menit Arjen Robben dkk terus berusaha menggempur pertahanan Costa Rica. Namun segala usaha yang mereka kerahkan terus menemukan kebuntuan. Beberapa kali Costa Rica mematahkan serangan-serangan Belanda. Keylor Navas pun berkali-kali menyelamatkan gawang dari tendangan-tendangan maut Sneijder, Robben, Van Persie, dan para pemain Belanda lainnya yang selama ini sudah mencetak 12 gol bagi Belanda. Bahkan ketika Keylor Navas dkk lengah, mistar gawang pun ikut serta mementahkan tendangan Wesley Sneijder di menit-menit terakhir.

Setelah bermain imbang tanpa gol selama 2x45 menit, dilanjutkan dengan 2x15 menit babak perpanjangan waktu, akhirnya pertandingan antara Belanda melawan Costa Rica, menjadi pertandingan pertama dan satu-satunya di babak perempat final, yang harus berakhir dengan drama adu penalty.

Setelah berhasil menang adu penalty melawan Yunani di babak 16 besar, sekali lagi Costa Rica harus menghadapi adu penalty. Hanya beberapa menit sebelum babak ke dua perpanjangan waktu berakhir, Luis Van Gaal dengan cermat mengganti penjaga gawang Belanda, Jasper Chilesen, dengan Tim Krull, yang tampaknya spesialis adu penalty.

Dan dimulailah drama adu penalty itu.

Costa Rica mendapat kesempatan untuk mengambil tendangan pertama.
Penendang pertama bagi Costa Rica adalah Celso Borges, yang sukses mencetak gol ke gawang Tim Krull. Kedudukan 1 - 0 bagi Costa Rica.
Namun Robin Van Persie yang menjadi penendang pertama bagi Belanda pun sukses memasukkan bola ke dalam gawang. Kedudukan sementara menjadi 1 - 1.
Situasi menjadi menegangkan bagi Costa Rica saat Tim Krull berhasil menepis tendangan kapten Bryan Ruiz pada tendangan ke dua, sementara Arjen Robben sukses menceploskan bola ke gawang Keylor Navas. Kedudukan 2 - 1 untuk keunggulan Belanda.
Tendangan ke tiga berhasil dieksekusi dengan baik oleh Giancarlo Gonzales, lalu oleh Wesley Sneijder. Kedudukan 3 - 2 untuk keunggulan Belanda.
Lalu tendangan ke empat juga berhasil dieksekusi Cristian Bolaños untuk Costa Rica dan Dirk Kuyt untuk Belanda. Kedudukan sudah 4 - 3 untuk keunggulan Belanda. Sementara kesempatan menendang tinggal satu kali lagi.
Maka, begitu Michael Umaña gagal memasukkan bola pada kesempatan menendang terakhir bagi Costa Rica, selesailah sudah pertandingan ini!

Para pemain cadangan dan tim official dari Belanda menyerbu ke tengah lapangan, sementara puluhan ribu fans Belanda yang menonton di stadion juga merayakan lolosnya Belanda ke semifinal.


Costa Rica sudah menampilkan permainan terbaik mereka, menunjukkan kekuatan pertahanan yang luar biasa selama lima pertandingan yang telah mereka lalui. Mereka kalah terhormat melalui adu penalty, oleh salah satu tim terkuat di Piala Dunia 2014 ini.

Dengan tersingkiranya Costa Rica dari Piala Dunia, Costa Rica memastikan diri sebagai tim dengan jumlah kebobolan terkecil sepanjang Piala Dunia 2014, yaitu hanya kebobolan 2 gol. Barisan pertahanan Costa Rica telah berhasil mempertahankan gawang mereka dari serangan-serangan tim-tim besar seperti Italia, Inggris, dan Belanda. Hanya Yunani dan Uruguay yang mampu menjebol gawang Keylor Navas selama Piala Dunia 2014, dengan masing-masing hanya satu gol.

Sementara Belanda, meski tidak menambah perolehan golnya di babak perempat final ini, tetap menjadi tim pencetak gol terbanyak sementara dengan 12 gol. Hanya saja, rekor mereka harus disejajari oleh Colombia yang mencetak satu gol ke gawang Brazil di pertandingan terakhir mereka.

Tim pencetak gol terbanyak sampai Babak Perempat Final:
1. Netherlands, Colombia (12 goals)
2. Brazil, Germany, France (10 goals)
3. Argentina (8 goals)
4. Switzerland, Algeria (7 goals)
5. Croatia, Belgium, Chile (6 goals)
6. Costa Rica, Mexico, USA (5 goals)
7. Uruguay, Portugal, Spain, Ivory Coast, Ghana, Bosnia-Herzegovina (4 goals)
8. Nigeria, Ecuador, Australia, South Korea, Greece (3 goals)
9. Italy, Russia, England (2 goals)
10. Cameroon, Japan, Honduras, Iran (1 goal)

Tim paling banyak kebobolan sampai Babak Perempat Final:
1. Australia, Cameroon (9)
2. Honduras (8)
3. Spain, Portugal, Switzerland, Algeria (7)
4. Japan, South Korea, Ghana, Croatia, Uruguay, USA (6)
5. Greece, Nigeria (5)
6. Iran, England, Bosnia-Herzegovina, Ivory Coast, Netherlands, Chile, Brazil, Colombia (4)
7. Russia, Italy, Ecuador, Argentina, Germany, Mexico, Belgium, France (3)
8. Costa Rica (2)

Tim dengan aggregate terbesar sampai Babak Perempat Final:
1. Colombia, Netherlands (8)
2. France, Germany (7)
3. Brazil (6)
4. Argentina (5)
5. Costa Rica, Belgium (3)
6. Chile, Mexico (2)
7. Switzerland, Algeria, Ecuador, Croatia, Ivory Coast, Bosnia-Herzegovina (0)
8. USA, Italy, Russia (-1)
9. Uruguay, Greece, Nigeria, Ghana, England (-2)
10. Portugal, Spain, South Korea, Iran (-3)
11. Japan (-5)
12. Australia (-6)
13. Honduras (-7)
14. Cameroon (-8)

Tim dengan rata-rata gol terbanyak per pertandingan sampai Babak Perempat Final:
1. Netherlands, Colombia (2.4 goals/match)
2. Brazil, Germany, France, Croatia (2 goals/match)
3. Switzerland, Algeria (1.75 goals/match)
4. Argentina (1.6 goals/match)
5. Chile (1.5 goals/match)
6. Portugal, Spain, Ivory Coast, Ghana, Bosnia-Herzegovina (1.33 goals/match)
7. Mexico, USA (1.25 goals/match)
8. Belgium (1.2 goals/match)
9. Uruguay, Ecuador, Australia, South Korea, Costa Rica (1 goal/match)
10. Nigeria, Greece (0.75 goals/match)
11. Italy, Russia, England (0.67 goals/match)
12. Cameroon, Japan, Honduras, Iran (0.33 goals/match)

Tim dengan rata-rata kebobolan terbanyak per pertandingan sampai Babak Perempat Final:
1. Cameroon, Australia (3/match)
2. Honduras (2.67/match)
3. Spain, Portugal (2.33/match)
4. Japan, South Korea, Ghana, Croatia (2/match)
5. Algeria, Switzerland (1.75/match)
6. USA, Uruguay (1.5/match)
7. Iran, England, Bosnia-Herzegovina, Ivory Coast (1.3/match)
8. Nigeria, Greece (1.25/match)
9. Russia, Italy, Ecuador, Chile (1/match)
10. Brazil, Netherlands, Colombia (0.8/match)
11. Mexico (0.75/match)
12. France, Belgium, Germany, Argentina (0.6/match)
13. Costa Rica (0.4/match)

Pencetak gol terbanyak sementara:
6
James Rodríguez (Colombia)

4
Thomas Muller (Germany)
Neymar (Brazil)
Lionel Messi (Argentina)

3
Van Persie, Robben (Netherlands)
Karim Benzema (France)
Enner Valencia (Ecuador)
X. Shaqiri (Switzerland)

2
Tim Cahill (Australia)
Mario Mandzukic, Ivan Perisic (Croatia)
J. Martinez (Colombia)
Gervinho, Wilfried Bony (Ivory Coast)
Luis Suarez (Uruguay)
Andre Ayew, Asamoah Gyan (Ghana)
Clint Dempsey (USA)
Memphis Depay (Netherlands)
Islam Slimani (Algeria)
Alexis Sanchez (Chile)
Bryan Ruiz (Costa Rica)
Abdelmoumene Djabou (Algeria)
Matt Hummels (Germany)
David Luiz (Brazil)

1
Fred, Fernandinho, Thiago Silva, Oscar (Brazil)
Peralta, R. Marquez, Guardado, Hernandez, Giovani Dos Santos (Mexico)
Xabi Alonso, David Villa, Fernando Torres, Juan Mata (Spain)
De Virjk, Fer, Wesley Sneijder, Huntelaar (Netherlands)
Valdivia, Beausoujour (Chile)
Teófilo Gutiérrez, Pablo Armero, Juan Quintero, Cuadrado (Colombia)
Edinson Cavani, Diego Godin (Uruguay)
Joel Campbell, Óscar Duarte, Marco Ureña (Costa Rica)
Marchisio, Balotelli (Italy)
Sturridge, Wayne Rooney (England)
Keisuke Honda, S. Osazaki (Japan)
Admir Mehmedi, Haris Seferovic, Blerim Dzemaili, Granit Xhaka (Switzerland)
Ibisevic, E. Dzeko, M. Pjanic, Vrsajevic (Bosnia-Herzegovina)
Mario Gotze, Mesut Özil, Miroslav Klose, André Schürrle (Germany)
John Brook jr, Jermaine Jones, Julian Green (USA)
Sofiane Feghouli, Rafik Halliche, Yacine Brahimi (Algeria)
Marouane Fellaini, Dries Mertens, Divock Origi, Vertonghen, Kevin De Brunye, Romelu Lukaku (Belgium)
Lee Keunho, Son Heung Min, Koo Jacheol (South Korea)
Alexander Kerzhakov, A. Kokorin (Russia)
Ivica Olic (Croatia)
Mile Jedinak (Australia)
Olivier Giroud, Blaise Matuidi, Mathieu Valbuena, Moussa Sissoko, Paul Pogba (France)
Carlo Costly (Honduras)
Peter Odemwingie, A. Musa (Nigeria)
Nani, Silvestre Varela, Cristiano Ronaldo (Portugal)
J. Matip (Cameroon)
A. Samaris, G. Samaras, Sokratis Papastathopoulos (Greece)
Marcos Rojo, Angel Di Maria, Gonzalo Higuain (Argentina)
Reza (Iran)

151 gol dicetak 110 pemain dari 32 tim/negara.

Quarter Final, 3rd Match: Argentina vs Belgium

Argentina 1 - 0 Belgium
Gonzalo Higuain '8

Pada awal babak pertama Argentina langsung menggebrak lewat gol Gonzalo Higuain di menit ke-8. Setelah itu Argentina masih melancarkan serangan demi serangan ke pertahanan Belgia. Namun semakin mendekati waktu istirahat, pertandingan semakin lamban dan membosankan.

Di babak ke-2, Argentina kembali menggebrak melalui serangan-serangan yang berbahaya. Tapi tidak tercipta satu gol pun baik dari Argentina maupun Belgia, dan akhirnya pertandingan berakhir dengan kemenangan Argentina 1 - 0.

Pertandingan ini memperpanjang daftar kemenangan Argentina sepanjang Piala Dunia 2014 ini. Sejauh ini, Argentina menjadi satu-satunya tim yang belum pernah meraih hasil seri, kalah, ataupun harus melalui adu penalty. Argentina menjadi tim ke tiga yang sudah memastikan satu tempat di semifinal.

Jumat, 04 Juli 2014

Quarter Final, 2nd Match: Brazil vs Colombia

Brazil 2                 –             1 Colombia
Thiago Silva ‘7                   James Rodriguez ‘80 (p)

David Luiz ‘69

Di pertandingan ke dua di babak perempat final, Brazil berhasil mengalahkan Colombia dengan skor 2 - 1.
Brazil yang tampil meragukan, terutama di pertandingan sebelumnya, saat mereka menghadapi Chile di babak 16 besar, tampil sangat jauh berbeda dari sebelumnya. Sedikit demi sedikit mereka mulai memperlihatkan jogo bonito, yang mengingatkan kembali mengapa mereka mendapat julukan tim samba.

Colombia sendiri bermain tidak kalah cantiknya. Baru menit ke-7, Brazil sudah unggul 1 - 0 lewat gol Thiago Silva. Namun, walaupun gol sudah terjadi di menit-menit awal pertandingan, sisa babak pertama jauh dari membosankan. Baik Brazil maupun Colombia menampilkan permainan dalam tempo cepat yang cantik dan sangat enak dilihat. Keduanya saling menyerang dengan gaya permainan khas amerika latin. Di babak pertama sempat terjadi banyak peluang baik bagi Brazil maupun Colombia. Namun tidak satupun peluang itu berhasil dimanfaatkan, semenjak gol Thiago Silva itu tadi.

Di awal babak ke dua, permainan sempat agak lamban dan membosankan. Namun, semakin mendekati pertengahan babak ke dua, tempo permainan semakin cepat. Sayang sekali, Thiago Silva harus menerima kartu kuning di menit ke-64 karena... karena wasitnya sensi aja sih. Sialan!

Sialnya, kartu kuning itu merupakan kartu kuning ke dua yang diterima Thiago Silva selama dua pertandingan terakhir, sehingga Thiago Silva terpaksa absen saat Brazil menghadapi Jerman di semi final nanti. Gawaaatt!!

Di menit ke-69, Brazil memperbesar keunggulan menjadi 2 - 0 setelah David Luiz mencetak gol yang saaangat cantik melalui tendangan bebas. Fantastis! Luar biasa!

Yee... giliran Brazil aja yang mainnya bagus, muji-mujinya agak lebay. Ya maap...namanya juga warga negara Indonesia keturunan Brazil-Italia (ngarep!). Tapi serius loh! Jujur, agak kaget liat permainan Brazil hari ini. Kok bagus dan tidak mengecewakan seperti sebelumnya? Pas lawan Chile kemaren jelek banget lho! Sampe emosi dan beneran marah-marah, bahkan ngamuk-ngamuk nontonnya. Serius sampe ngamuk! Nggak lebay ini!

Sayangnyaaaa pemirsa... di menit ke-80, si kiper Julio Cesar ngelanggar James Rodriguez deh! Di kotak penalty pula! Nggak tau gimana itu, mungkin maksudnya mau nangkep bola, panik juga karena situasinya emang udah gawat banget, eh bukannya bola yang ditangkep, malah kaki yang diselengkat. Kartu kuning deeeh!

Selain kartu kuning yang diberikan pada Julio Cesar, wasit memberikan tendangan penalty bagi Colombia. James Rodriguez, top skorer sementara Piala Dunia 2014, berhasil mengeksekusi penalty itu dengan baik.

Menjelang akhir pertandingan, Neymar ditabrak dari belakang oleh pemain brengsek Colombia, Zunga. Dan kelihatannya kok mengkhawatirkan ya? Karena tampaknya lutut si pemain brengsek menabrak tulang belakang Neymar. Kalau benar tulang belakangnya yang kena, terus si Neymar sampe harus ditandu keluar gitu...bisa parah banget itu! Tulang belakang men! Tapi dasar wasitnya buta, dia nggak ngeliat kali ya pas Neymar ditabrak, si pemain brengsek nggak dikartumerah. Dikartukuning aja nggak. Brazil dapet free kick aja nggak. Yah, semoga aja deh setelah pertandingan ini itu pemain diskors atau apa gitu. Kasian banget Neymar! Di pertandingan berikutnya, lawan Jerman, Thiago Silva udah nggak bisa main. Masa Neymar harus absen juga!?

Masih inget cerita Jalidin? Itu loh, anak yang suka bohong, teriak-teriak ada harimau padahal nggak ada, terus pas ada harimau beneran, dia nggak dipercaya orang, dan akhirnya mati diterkam harimau. Yah, nggak yakin juga sih pada tau. Cuma dulu pas kecil nyokap cerita itu berkali-kali.
Nah! Neymar sih, suka pura-pura jatoh! Kesenggol dikit jatoh, kesenggol dikit drama, kesenggol dikit nangis-nangis, kesenggol dikit kaing-kaing. Sekalinya kesenggolnya emang beneran parah, wasitnya liat dari jauh udah nggak percaya gitu.
Pesan moral: jangan suka berbohong ya, adik-adik yang manis!

Akhir-akhir pertandingan semakin menegangkan sih. Karena pemain Brazil maupun Colombia udah sama-sama emosi. Tapi akhirnya Brazil tetap mempertahankan skor 2 - 1 sampai akhir pertandingan. Colombia pun harus tersingkir, setelah penampilan yang begitu meyakinkan sejak awal babak penyisihan grup.

Walaupun Colombia tersingkir, penalty yang dieksekusi James Rodriguez semakin memantapkan posisinya sebagai pencetak gol terbanyak sementara dengan perolehan 6 gol. Pesaing-pesaing di bawah James Rodriguez adalah Lionel Messi dari Argentina, Thomas Muller dari Jerman, dan Neymar dari Brazil. Sayangnya, perjalanan Rodriguez harus terhenti di sini karena Colombia sudah tersingkir. Sementara Thomas Muller, Messi, dan Neymar masih punya kesempatan untuk memperbanyak perolehan gol mereka.

Quarter Final, 1st Match: Germany vs France

Germany 1          –             0 France

Mats Hummels ‘13

Banyak yang menyayangkan pertemuan Jerman dan Prancis di perempat final yang dianggap terlalu dini. Tapi bagaimana lagi? Di pertandingan lainnya ada Argentina, Brazil, dan Belanda yang juga sama-sama tim besar dunia. Dua dari tim raksasa yang masuk ke perempat final, mau tidak mau, harus bertemu.

Namun, tidak seperti yang diperkirakan, pertandingan ini berjalan tanpa greget. Garing. Basi.
Setelah gol Mats Hummels di menit ke-13, tidak ada lagi gol atau kejadian-kejadian istimewa apapun.

Tempo permainan lamban. Baik Jerman maupun Prancis tidak menunjukkan penampilan seperti yang diharapkan orang-orang. Yah, minimal gue, bokap, adek, dan sepupu yang kebetulan nonton bareng. Kami sependapat bahwa pertandingan ini ternyata mbosenin banget. Padahal, Jerman bermain sangat agresif dan impresif saat melawan Algeria, juga saat membantai Portugal dan menumbangkan USA. Sementara Prancis pun bermain tidak kalah ganasnya saat menghadapi Switzerland, Honduras, dan Nigeria. Ya wajar kan kalau kami berharap akan menyaksikan pertandingan yang luar biasa enak ditonton, dahsyat, dramatis, dan banjir serangan?

Yah, bagaimanapun, selamat bagi Jerman, yang berhasil lolos ke semifinal. Langkah Prancis harus terhenti sampai di sini. Pasti mengecewakan bagi fans Prancis. Apalagi, di sekitar gue ternyata banyak yang menjagokan Prancis sekaligus Jerman, dan kecewa sekali mereka harus bertemu secepat ini. Gue sih bersyukur Brazil dan Argentina baru bisa ketemu di final. Tapi kalau salah satunya sampai nggak masuk final, pasti gue kecewa banget. Go Brazil! Go Argentina!!

Selasa, 01 Juli 2014

Last Match on Top 16: Belgium vs USA

Belgium 2            –             1 USA
Kevin De Bruyne ’93         Julian Green ‘107
Romelu Lukaku ‘105

Pertandingan terakhir di babak 16 besar Piala Dunia 2014 menampilkan dua tim yang, bisa dibilang, sama-sama underdog. Walaupun begitu, sepak terjang Belgia sepanjang babak penyisihan grup, memang lebih meyakinkan daripada USA. Belgia memenangkan tiga dari tiga pertandingan di babak penyisihan grup. Sementara Amerika dikalahkan Jerman di pertandingan terakhir, dan hanya bermain imbang di laga ke dua mereka melawan Portugal. Yah, Portugal sama Jerman sih. Sementara lawannya Belgia 'hanya' Russia, South Korea, dan Algeria.

Bagaimanapun, pertandingan ini berlangsung sama alotnya dengan tujuh pertandingan lainnya yang sudah berlangsung di babak 16 besar. Dari total delapan pertandingan, pertandingan Belgia melawan USA ini menjadi pertandingan ke lima yang memasuki babak perpanjangan waktu. Babak perpanjangan waktu pun masih saja berlangsung sengit. Belgia mencetak gol di menit ke-93 melalui Kevin De Bruyne. Gol itu membuat pertandingan yang mulai basi, kembali memanas.

Di akhir perpanjangan waktu babak pertama, Romelu Lukaku memperbesar keunggulan Belgia menjadi 2 - 0. Namun, hanya dua menit setelah perpanjangan waktu babak ke dua dimulai, USA sudah berhasil memperkecil ketinggalan menjadi 1 - 2, melalui gol Julian Green. Gol di awal babak perpanjangan waktu ke dua itu membangkitkan optimisme para suporter Amerika. Namun akhirnya, juara grup kembali keluar sebagai pemenang.

De Bruyne, pencetak gol krusial bagi Belgia

Boong deng, yang bener ini... ya nggak jauh beda lah ya.

Lucunya, pertandingan Belgia melawan USA ini, yang notabene adalah juara grup H melawan runners-up grup G, mengingatkan pada pertandingan Jerman melawan Algeria, yang merupakan juara grup G melawan runners-up grup H. Kedua pertandingan yang mempertemukan jebolan grup G dan H sama-sama berakhir tanpa gol di babak pertama dan ke dua, dan di babak perpanjangan waktu, si pemenang mencetak satu gol di awal babak pertama, lalu satu gol lagi, yang langsung dibalas dengan satu gol oleh si kalah, yang hanya memperkecil ketinggalan mereka, namun akhirnya tetap kalah.

Yah, hanya saja, pertandingan Belgia melawan USA ini jauh lebih membosankan. Jaaaauh lebih membosankan. Bayangin, udah 2x45 menit, plus 2 babak perpanjangan waktu, membosankan pula.

Btw guys, ini Piala Dunia kok kaya diatur gini ya? Tim-tim favorit baru bisa ketemu paling cepet di semifinal. Terus probabilitasnya itu semifinal dua-duanya tim favorit Amerika Latin vs Eropa (Brazil vs Jerman/Prancis dan Argentina vs Be land a). Cuma Jerman aja sih yang ketemu Prancis di perempat final. Tapi ya abis mereka mau ketemu siapa lagi? Brazil? Argentina? Belanda? Tim favorit ada 5, pertandingannya cuma ada 4. Ya ketemulah 2 dari 5..

Anyway, setelah banyaak kejutan di babak penyisihan grup, ternyata nggak ada kejutan di babak 16 besar. Pemenangnya semuanya juara grup. Kecuali bahwa ternyata, tim-tim yang dianggap underdog, nggak bisa dikalahkan dengan mudah seperti perkiraan orang. Dari delapan pertandingan di babak 16 besar, cuma Colombia lho yang bisa mengalahkan lawannya dengan dua gol, tanpa balas, tanpa bunuh diri, tanpa curang, tanpa extra time, dan jelas lah tanpa penalty. Yang lainnya, dua pake penalty, satu pake curang, Riga pake extra-time, satunya lagi 2-0 juga tapi salah satunya own goal lawan, satu nggak pake sambel, satu nggak pake bihun...apa sih..

Tapi jangan lupa, masing-masing menghadapi lawan yang berbeda lho! Bukan berarti yang menangnya adu penalty nggak bisa menang lawan yang menangnya 2-0. Bukan berarti yang menangnya adu penalty nggak bisa ngalahin yang menang dalam 2x45 menit tapi pake curang.

Pencetak gol terbanyak sementara:
5
James Rodríguez (Colombia)

4
Neymar (Brazil)
Lionel Messi (Argentina)
Thomas Muller (Germany)

3
Van Persie, Robben (Netherlands)
Karim Benzema (France)
Enner Valencia (Ecuador)
X. Shaqiri (Switzerland)

2
Tim Cahill (Australia)
Mario Mandzukic, Ivan Perisic (Croatia)
J. Martinez (Colombia)
Gervinho, Wilfried Bony (Ivory Coast)
Luis Suarez (Uruguay)
Andre Ayew, Asamoah Gyan (Ghana)
Clint Dempsey (USA)
Memphis Depay (Netherlands)
Islam Slimani (Algeria)
Alexis Sanchez (Chile)
Bryan Ruiz (Costa Rica)
Abdelmoumene Djabou (Algeria)

1
Oscar, Fred, Fernandinho, David Luiz (Brazil)
Peralta, R. Marquez, Guardado, Hernandez, Giovani Dos Santos (Mexico)
Xabi Alonso, David Villa, Fernando Torres, Juan Mata (Spain)
De Virjk, Fer, Wesley Sneijder, Huntelaar (Netherlands)
Valdivia, Beausoujour (Chile)
Teófilo Gutiérrez, Pablo Armero, Juan Quintero, Cuadrado (Colombia)
Edinson Cavani, Diego Godin (Uruguay)
Joel Campbell, Óscar Duarte, Marco Ureña (Costa Rica)
Marchisio, Balotelli (Italy)
Sturridge, Wayne Rooney (England)
Keisuke Honda, S. Osazaki (Japan)
Admir Mehmedi, Haris Seferovic, Blerim Dzemaili, Granit Xhaka (Switzerland)
Ibisevic, E. Dzeko, M. Pjanic, Vrsajevic (Bosnia-Herzegovina)
Matt Hummels, Mario Gotze, Miroslav Klose, André Schürrle, Mesut Özil (Germany)
John Brook jr, Jermaine Jones, Julian Green (USA)
Sofiane Feghouli, Rafik Halliche, Yacine Brahimi (Algeria)
Marouane Fellaini, Dries Mertens, Divock Origi, Vertonghen, Kevin De Bruyne, Romelu Lukaku (Belgium)
Lee Keunho, Son Heung Min, Koo Jacheol (South Korea)
Alexander Kerzhakov, A. Kokorin (Russia)
Ivica Olic (Croatia)
Mile Jedinak (Australia)
Olivier Giroud, Blaise Matuidi, Mathieu Valbuena, Moussa Sissoko, Paul Pogba (France)
Carlo Costly (Honduras)
Peter Odemwingie, A. Musa (Nigeria)
Nani, Silvestre Varela, Cristiano Ronaldo (Portugal)
J. Matip (Cameroon)
A. Samaris, G. Samaras, Sokratis Papastathopoulos (Greece)
Marcos Rojo, Angel Di Maria (Argentina)
Reza (Iran)


146 gol dicetak 108 pemain dari 32 tim/negara.

Top 16, 7th Match: Argentina vs Switzerland

Argentina 1         –             0 Switzerland
Angel di Maria ‘118

Lagi-lagi, pertarungan sengit terjadi di babak 16 besar, antara tim favorit melawan tim kuda hitam. Kali ini Argentina yang berhadapan dengan Switzerland. Switzerland, yang sangat tidak diunggulkan, harus berhadapan dengan sebuah tim dengan nama besar, yang di dalamnya terdapat bintang-bintang dunia, termasuk seorang pemain ajaib yang merupakan pemain terbaik dan termahal di dunia saat ini, Lionel Messi.

Gimana ya rasanya berhadapan dengan seorang Lionel Messi?

Switzerland menerapkan pola permainan bertahan yang sangat rapi dan ketat. Seperti tim-tim lain yang menghadapi Argentina sebelumnya, Switzerland menerapkan strategi yang sama: kawal ketat Messi!

Tampaknya strategi mereka cukup berhasil. Dengan keunggulan postur para pemainnya yang tinggi besar namun lincah-lincah, Switzerland berhasil menahan imbang Argentina dengan skor 0 - 0 sepanjang babak pertama dan babak ke dua. Pertandingan pun dilanjutkan dengan babak perpanjangan waktu. Dan di babak perpanjangan waktu pun, Argentina masih saja buntu.

Setelah pertandingan yang berlangsung alot selama dua kali 45 menit, plus dua babak extra time setelahnya, akhirnya Angel Di Maria memecah kebuntuan Argentina selama hampir 120 menit, menyambut umpan yang sangat cantik dari Lionel Messi, yang menurut saya pantas menjadi man of the match dalam pertandingan ini.

Switzerland sudah menunjukkan perlawanan yang begitu gigih. Mereka sudah nyaris sekali memaksa Argentina menyelesaikan pertandingan melalui adu penalty. Namun, Lionel Messi dkk memang tak terbendung. Apa boleh buat. Setelah perjuangan panjang mereka, mengalahkan Ecuador 2 - 1, sempat dibantai Prancis dengan skor telak 5 - 2, namun melibas Honduras 3 - 0 di akhir babak penyisihan grup, akhirnya perjalanan Switzerland di Piala Dunia 2014 harus terhenti di tangan Argentina.

Top 16, 6th Match: Germany vs Algeria

Germany 2          –             1 Algeria
André Schürrle ’92            Abdelmoumene Djabou ‘120+1

Mesut Özil ‘120

Dari semua pertandingan di babak 16 besar ini, dua pertandingan yang paling menarik dan enak ditonton adalah pertandingan Prancis melawan Nigeria dan Jerman melawan Algeria. Keduanya menampilkan dua negara Eropa yang tangguh melawan dua negara Afrika yang gigih dan pantang menyerah.

Saat menonton kedua pertandingan ini, mungkin beberapa dari penonton bisa merasakan, betapa berbedanya tempo permainan dan juga mental para pemain. Tidak seperti beberapa pertandingan sebelumnya yang penuh dengan pura-pura jatuh, para drama queen yang berakting kesakitan, dan usaha-usaha mencari simpati wasit, dua pertandingan yang terjadi malam ini justru menampilkan para pemain yang berusaha untuk tetap berdiri dan berlari walau sudah berjibaku dengan lawan.

Jerman sangat diunggulkan dalam pertandingan melawan salah satu tim kuda hitam Algeria di babak 16 besar. Dengan nama besar, kualitas pemain-pemainnya, dan sepak terjang yang sudah ditunjukkan selama babak penyisihan grup, mungkin sudah banyak yang meramalkan Jerman akan mengalahkan Algeria, yang bahkan bukan langganan Piala Dunia.

Pada akhirnya Jerman memang menang dan lolos ke babak perempat final. Namun siapa sangka, Algeria ternyata mampu mempertahankan gawang mereka dari serangan Jerman selama 2x45 menit?

Setelah bermain imbang tanpa gol selama babak pertama dan ke dua, pertandingan harus dilanjutkan dengan babak perpanjangan waktu. Namun, babak perpanjangan waktu baru saja berjalan dua menit, akhirnya pertahanan Algeria jebol juga. Adalah André Schürrle yang mencetak gol pertama bagi Jerman.

Ketinggalan 1 gol tidak mengendurkan semangat para pemain Algeria. Selama sisa dua babak perpanjangan waktu, mereka terus berusaha membalas gol Jerman, sambil masih berusaha mempertahankan gawang mereka sendiri. Namun, sayang sekali bagi Algeria, di akhir perpanjangan waktu babak ke dua, Jerman malah berhasil memperbesar keunggulan menjadi 2 - 0 melalui gol Mesut Özil.

Tidak sampai satu menit kemudian, Algeria memang langsung membalas gol itu melalui gol Abdelmoumene Djabou. Tapi gol itu hanya memperkecil ketinggalan mereka menjadi 1 - 2. Dan tak lama kemudian, waktu habis, dan pertandingan berakhir tanpa satu tim pun menambah gol lagi.

Bagaimanapun, kita pantas menaruh respek pada Nigeria dan Algeria yang telah menampilkan permainan terbaik mereka, dan juga Prancis dan Jerman, dua tim tangguh yang tidak perlu curang untuk mengalahkan lawan-lawan tangguh mereka. Salute!

Pencetak gol terbanyak sementara:
5
James Rodríguez (Colombia)

4
Neymar (Brazil)
Lionel Messi (Argentina)
Thomas Muller (Germany)

3
Van Persie, Robben (Netherlands)
Karim Benzema (France)
Enner Valencia (Ecuador)
X. Shaqiri (Switzerland)

2
Tim Cahill (Australia)
Mario Mandzukic, Ivan Perisic (Croatia)
J. Martinez (Colombia)
Gervinho, Wilfried Bony (Ivory Coast)
Luis Suarez (Uruguay)
Andre Ayew, Asamoah Gyan (Ghana)
Clint Dempsey (USA)
Memphis Depay (Netherlands)
Islam Slimani (Algeria)
Alexis Sanchez (Chile)
Bryan Ruiz (Costa Rica)
Abdelmoumene Djabou (Algeria)

1
Oscar, Fred, Fernandinho, David Luiz (Brazil)
Peralta, R. Marquez, Guardado, Hernandez, Giovani Dos Santos (Mexico)
Xabi Alonso, David Villa, Fernando Torres, Juan Mata (Spain)
De Virjk, Fer, Wesley Sneijder, Huntelaar (Netherlands)
Valdivia, Beausoujour (Chile)
Teófilo Gutiérrez, Pablo Armero, Juan Quintero, Cuadrado (Colombia)
Edinson Cavani, Diego Godin (Uruguay)
Joel Campbell, Óscar Duarte, Marco Ureña (Costa Rica)
Marchisio, Balotelli (Italy)
Sturridge, Wayne Rooney (England)
Keisuke Honda, S. Osazaki (Japan)
Admir Mehmedi, Haris Seferovic, Blerim Dzemaili, Granit Xhaka (Switzerland)
Ibisevic, E. Dzeko, M. Pjanic, Vrsajevic (Bosnia-Herzegovina)
Matt Hummels, Mario Gotze, Miroslav Klose, André Schürrle, Mesut Özil (Germany)
John Brook jr, Jermaine Jones (USA)
Sofiane Feghouli, Rafik Halliche, Yacine Brahimi (Algeria)
Marouane Fellaini, Dries Mertens, Divock Origi, Vertonghen (Belgium)
Lee Keunho, Son Heung Min, Koo Jacheol (South Korea)
Alexander Kerzhakov, A. Kokorin (Russia)
Ivica Olic (Croatia)
Mile Jedinak (Australia)
Olivier Giroud, Blaise Matuidi, Mathieu Valbuena, Moussa Sissoko, Paul Pogba (France)
Carlo Costly (Honduras)
Peter Odemwingie, A. Musa (Nigeria)
Nani, Silvestre Varela, Cristiano Ronaldo (Portugal)
J. Matip (Cameroon)
A. Samaris, G. Samaras, Sokratis Papastathopoulos (Greece)
M. Rojo (Argentina)
Reza (Iran)


142 gol dicetak 104 pemain dari 32 tim/negara.

Top 16, 5th Match: France vs Nigeria

France 2               –             0 Nigeria
Paul Pogba ’79

Joseph Yobo ‘90+2

Pertandingan ke lima di babak 16 besar ini berlangsung alot. Nigeria menampilkan pertahanan yang begitu ketat. Namun, pertandingan jauh dari membosankan. Selama babak pertama dan ke dua, baik Prancis maupun Nigeria saling menyerang dengan agresif.

Setelah bermain imbang tanpa gol di babak pertama, di babak ke dua, Prancis tampil lebih agresif lagi. Selama babak ke dua, Tim Ayam Jantan memang lebih banyak menguasai permainan. Serangan-serangan mereka juga lebih tajam, dan menciptakan banyak sekali peluang gol.

Namun barisan pertahanan Nigeria luar biasa kuatnya, rapat, dan seolah tidak kenal lelah. Beberapa kali baik penjaga gawang maupun pemain-pemain bertahan Nigeria melakukan penyelamatan yang, bisa dibilang, nyaris mustahil. Namun, setelah serangan demi serangan, akhirnya pertahanan Nigeria jebol juga. Di menit ke-79, Paul Pogba akhirnya memecahkan kebuntuan Prancis dengan golnya yang membawa Prancis unggul 1 - 0.

Gol itu tampaknya metuntuhkan mental anak-anak asuhan Stephen Keshi. Setelah gol Pogba itu, barisan pertahanan Nigeria jadi agak mengendur. Bahkan di injury time babak ke dua, kapten Joseph Yobo melakukan gol bunuh diri, yang malah memperbesar keunggulan Prancis menjadi 2 - 0.

Setelah gol itu, Nigeria seolah langsung kehilangan harapannya. Akhirnya Prancis menjadi juara grup ke lima yang lolos ke babak perempat final.

Senin, 30 Juni 2014

Top 16, 4th Match: Costa Rica vs Greece

Costa Rica 1 (5)  –             1 (3) Greece
Bryan Ruiz ’52                   Socratis Papastathopoulos ‘90+1

Persis seperti Brazil, Costa Rica hampir saja tidak jadi menang saat menghadapi Yunani di babak 16 besar dini hari tadi.
Pada babak pertama, tanpa disangka, Yunani yang merupakan runners-up di grup C, grup yang paling tidak diunggulkan, ternyata malah lebih menguasai pertandingan dibandingkan dengan Costa Rica, yang berhasil menjadi juara di grup yang berisikan tiga tim 10 besar peringkat FIFA. Selama babak pertama Costa Rica cukup kewalahan menghadapi Yunani. Cukup banyak peluang yang terjadi yang gagal dimanfaatkan oleh pemain-pemain Yunani maupun Costa Rica.
Namun, setelah bermain imbang tanpa gol di babak pertama, gol Bryan Ruiz di menit ke-52 akhirnya memecahkan kebuntuan Costa Rica.
Gol itu tampaknya cukup memanaskan aura pertandingan. Apalagi, kemudian Oscar Duarte mendapat akumulasi kartu kuning di menit ke-66 karena menyelengkat pemain Yunani (jangan harap gue inget namanya) dari belakang.
Meski harus bermain dengan 10 pemain, Costa Rica masih mampu menahan serangan demi serangan dari Yunani. Menjelang akhir pertandingan, Costa Rica sudah hampir saja membukukan kemenangan dan melenggang bebas ke babak perempat final.
Namuuun...sesuai kekhawatiran saya... satu menit memasuki injury time, Yunani tiba-tiba saja menyamakan kedudukan menjadi 1 - 1 lewat gol Papastathopoulos! Satu sih yang gue penasaran sama pemain Yunani yang satu ini: itu nulis namanya di punggung kaya apa? Panjang bener!
Googling aja kali...
Oh iya bener...

Nama punggung Sokratis Papastathopoulos di seragam timnas

Yaaah...curang...kaya gitu doang ternyata... Ditulisnya Sokratis-nya. Curang. Yang lain kan pada ditulis nama keluarganya. Kenapa dia beda sendiri? Kaya pemain Amerika latin aja, ditulis nama depannya.

Tuh, yang di Milan juga gitu nulisnya.

Nah ini dia! Gini doang sih ternyata.

Eniwei...ini lagi ngomongin apa sih tadi? Kok bisa sampe sini?
Oh iya, jadi kan kedudukannya 1 - 1 nih sampai akhir pertandingan. Maka pertandingan ini pun menjadi pertandingan ke dua yang harus melalui extra time. Sama juga seperti Brazil vs Chile kemarin, dua babak extra time tidak menghasilkan satu gol pun, sehingga ini pun menjadi pertandingan ke dua di babak 16 besar yang harus diselesaikan melalui adu penalty.

Penendang pertama adalah Celso Borges dari Costa Rica. Masuk! 1 - 0 bagi Costa Rica.
Tapi penendang pertama dari Yunani pun, salah satu pemain bintang Yunani, Konstantinos Mitroglou, juga berhasil memasukkan bola, sehingga menyamakan kedudukan jadi 1 - 1.
Sampai penendang ke dua dan ke tiga dari kedua tim, Bryan Ruiz dan Giancarlo Gonzales dari Costa Rica, dan Lazaros Christodoulopoulos (waaah namanya lebih panjang lagi!) dan Jose Holebas dari Yunani, tidak ada satupun yang gagal memasukkan bola. Penendang ke empat dari Costa Rica, Joel Campbell, juga berhasil memasukkan bola. Dan ternyata, setelah tujuh pemain berhasil mengeksekusi giliran mereka masing-masing, pada akhirnya, Theofanis Gekas dari Yunani menjadi penendang pertama yang gagal memasukkan bola! Suasana langsung meriah dengan sorakan para suporter Costa Rica.
Kegagalan Theofanis Gekas itu membuat kedudukan menjadi 4 - 3 bagi keunggulan Costa Rica. Maka, begitu Michael Umaña, yang menjadi penendang terakhir dari Costa Rica, berhasil memasukkan bola, pertandingan langsung berakhir. Kemenangan adu penalty 5 - 3 bagi Costa Rica.

Costa Rica memang pantas menang. Walaupun menang lewat adu penalty, mereka sudah bermain dengan 10 pemain selama 54 menit terakhir pertandingan, dan berhasil menahan gempuran Yunani.

Costa Rica menjadi juara grup ke empat yang berhasil lolos ke babak perempat final. Setelah juara grup A, B, C, dan D berhasil lolos ke babak perempat final, akankah para juara dari grup E, F, G, dan H menyusul?

Dari segi benua, dari empat negara yang sudah lolos ke perempat final, tiga di antaranya berasal dari benua Amerika. Akankah dua negara benua Amerika lainnya lolos ke perempat final? Kita tunggu jawabannya!

Pencetak gol terbanyak sementara:
5
James Rodríguez (Colombia)

4
Neymar (Brazil)
Lionel Messi (Argentina)
Thomas Muller (Germany)

3
Van Persie, Robben (Netherlands)
Karim Benzema (France)
Enner Valencia (Ecuador)
X. Shaqiri (Switzerland)

2
Tim Cahill (Australia)
Mario Mandzukic, Ivan Perisic (Croatia)
J. Martinez (Colombia)
Gervinho, Wilfried Bony (Ivory Coast)
Luis Suarez (Uruguay)
Andre Ayew, Asamoah Gyan (Ghana)
Clint Dempsey (USA)
Memphis Depay (Netherlands)
Islam Slimani (Algeria)
Alexis Sanchez (Chile)
Bryan Ruiz (Costa Rica)

1
Oscar, Fred, Fernandinho, David Luiz (Brazil)
Peralta, R. Marquez, Guardado, Hernandez, Giovani Dos Santos (Mexico)
Xabi Alonso, David Villa, Fernando Torres, Juan Mata (Spain)
De Virjk, Fer, Wesley Sneijder, Huntelaar (Netherlands)
Valdivia, Beausoujour (Chile)
Teófilo Gutiérrez, Pablo Armero, Juan Quintero, Cuadrado (Colombia)
Edinson Cavani, Diego Godin (Uruguay)
Joel Campbell, Óscar Duarte, Marco Ureña (Costa Rica)
Marchisio, Balotelli (Italy)
Sturridge, Wayne Rooney (England)
Keisuke Honda, S. Osazaki (Japan)
Admir Mehmedi, Haris Seferovic, Blerim Dzemaili, Granit Xhaka (Switzerland)
Ibisevic, E. Dzeko, M. Pjanic, Vrsajevic (Bosnia-Herzegovina)
Matt Hummels, Mario Gotze, Miroslav Klose (Germany)
John Brook jr, Jermaine Jones (USA)
Sofiane Feghouli, Rafik Halliche, Abdelmoumene Djabou, Yacine Brahimi (Algeria)
Marouane Fellaini, Dries Mertens, Divock Origi, Vertonghen (Belgium)
Lee Keunho, Son Heung Min, Koo Jacheol (South Korea)
Alexander Kerzhakov, A. Kokorin (Russia)
Ivica Olic (Croatia)
Mile Jedinak (Australia)
Olivier Giroud, Blaise Matuidi, Mathieu Valbuena, Moussa Sissoko (France)
Carlo Costly (Honduras)
Peter Odemwingie, A. Musa (Nigeria)
Nani, Silvestre Varela, Cristiano Ronaldo (Portugal)
J. Matip (Cameroon)
A. Samaris, G. Samaras, Sokratis Papastathopoulos (Greece)
M. Rojo (Argentina)
Reza (Iran)


138 gol dicetak 101 pemain dari 32 tim/negara.