Selasa, 12 Juli, 2016
Memori, atau ingatan, adalah hidup, adalah identitas, adalah
apa yang membentuk suatu individu.
Bagiku yang mudah lupa, ingatan adalah segalanya. Setiap
detail dari masa lalu begitu berarti, bukan untuk diungkit-ungkit, hanya untuk
dinikmati.
Karena itu aku begitu senang membaca catatan-catatan lama di
diary-ku.
Sudah sejak kecil aku suka menulis. Sepakbola pun pernah
membuatku jenuh. Tapi menulis dan menggambar adalah kegiatan yang selalu aku
nikmati, kapanpun, di manapun.
Sejauh yang bisa diraih ingatanku, pertama kalinya aku mulai
menulis diary adalah kelas 4 SD, di sebuah buku diary kecil untuk anak SD. Saat
itu aku hanya menulis diary saat ada kejadian penting saja. Semakin lama
frekuensiku menulis semakin tinggi, dan tulisanku semakin detail. Sejak SMA
kelas 2, aku sudah bercita-cita ingin mengabadikan setiap detail dalam setiap
hariku dalam diary. Berawal dari hari pertama di kelas 3 SMA, sampai kuliah,
aku terus berusaha menulis diary setiap hari, sedetail mungkin. Sampai akhirnya,
di tahun 2007 – 2009, aku berhasil menulis diary setiap hari. Saat tidak ada
kejadian penting pun, pasti ada pikiran atau perasaan yang kutuangkan dalam
diary.
Kebiasaan itu semakin menghilang di akhir tahun 2009. Begitu
banyak yang terjadi pada masa itu. Aku mengerjakan Tugas Akhir yang sangat
menyita waktu, ditambah pindahan dari kos ke rumah lama, lalu dari rumah lama
ke rumah baru. Setelah itu asisten rumah tangga yang sudah bertahun-tahun
mengabdi, berhenti kerja, dan aku harus menyesuaikan diri dengan mengerjakan
semuanya sendirian, termasuk merawat anjing-anjing.
Akhirnya, kebiasaan itu hilang sama sekali. Sampai saat ini,
aku terus berusaha untuk mengembalikannya. Mengapa itu begitu penting?
Apa yang sudah kutulis dengan detail dari tahun 2004 – 2009,
telah menjadi sebuah mesin waktu. Kapanpun aku ingin mengunjungi masa laluku,
aku hanya perlu membuka kembali lembaran-lembaran virtual yang telah kutulis.
Aku teringat bagaimana kehidupan pada saat itu. Aku teringat
pada aku yang dulu, caraku bicara, caraku menulis, siapa teman dekatku,
bagaimana caraku berinteraksi dengan orang lain, apa yang sedang kupikirkan
pada hari itu, semuanya.
Aku teringat pada masa di saat internet belum menjadi bagian
terpenting dalam hidupku.
Aku bukan orang yang paling mutakhir dalam mengikuti
perkembangan zaman. Di saat orang lainnya sudah begitu aktif dengan sosial
media, aku masih cukup puas dengan keterkucilanku di sebuah kamar kos yang
nyaman dengan TV kabel.
Aku tidak banyak berkomunikasi dengan dunia. Komunikasi pada
saat itu baru telefon dan pesan tertulis yang disebut SMS, yang keduanya
kubenci. Teman-temanku adalah siapapun yang wujud konkretnya ada di sekitarku.
Aku tidak banyak menghabiskan waktu dengan teman ataupun
keluarga. Mungkin hanya 20 – 30 % dari keseluruhan waktu hidupku. Sisanya
banyak kuhabiskan sendirian, dengan laptopku, diary digitalku. Aku menceritakan
semuanya pada diary-ku. Semua kejadian dalam hidupku, semua perasaan, bahkan
hasil pertandingan sepakbola dan jalan cerita opera sabun yang kuikuti, buku
yang kubaca, semuanya tidak kuceritakan pada manusia, tapi pada sebuah
komputer.
Keahlian sosialku tidak lebih buruk atau lebih baik dari
sekarang. Saat berhadapan dengan manusia, aku tetap bisa berkomunikasi dan
membaur. Sama seperti masa sebelum dan setelahnya, aku senang membuat orang
tertawa, dan menikmati saat-saat berkumpul dengan teman dan keluarga. Hanya
saja, memang sebagian besar waktuku kuhabiskan di depan komputer, untuk
menulis, curhat, entah itu senang, marah, sedih.
Apakah pandanganku pada saat itu lebih sempit dan hanya
terfokus pada aku dan komputerku? Sama sekali tidak. Aku tetap membaca buku dan
berkomunikasi dengan orang lain. Aku bahkan lebih sering duduk dan bertukar
pikiran selama berjam-jam dengan teman dekat ataupun saudara. Sesuatu yang
justru sulit kudapatkan sekarang ini, saat aku lebih banyak bergaul baik
melalui media sosial maupun pertemuan fisik.
Dulu aku cukup puas mengemukakan pendapatku mengenai suatu
hal pada komputer, yang menyimpannya untukku pribadi, untuk kubuka di kemudian
hari, kapanpun itu. Kini, rasanya kurang puas kalau belum menyampaikan
pendapatku di media sosial, dan mendapat tanggapan dari orang-orang lainnya.
Aku tidak menganggap masa itu ataupun ini lebih baik atau
lebih buruk. Saat ini aku hanya sedang merindukan masa-masa itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar