Kamis, 16 Agustus 2018

Dirgahayu RI!

Jumat, 17 Agustus, 2018

SelamatHari Kemerdekaan Indonesia!
Dirgahayu ke-73 RI! Udah lumayan tua ya negara kita.

Apa yang biasanya lo lakukan untuk merayakan hari kemerdekaan ini?

Gue biasanya jalan-jalan...ke masa lalu.

Iya, di masa lalu, masa kecil gue dulu, 17-an selalu dirayakan meriah banget di RT dan RW setempat. Ada lomba-lomba antar warga se-RT, lalu ada lagi lomba-lomba antar RT se-RW. Belom! Belom sampe tingkat antar RW se-kelurahan. Seru kali ya kalo sampe kelurahan, udah kaya Paskibra.

Dulu gue paling semangat tiap 17-an!
Karena dulu gue masi tinggal di komplek perumahan yang asik banget, yang warganya kompak dan aktif, dan gue masi sekolah.
Jadi, baik di rumah maupun di sekolah, gue mengikuti berbagai macam lomba.

Ada lomba khas 17-an seperti lomba makan kerupuk, balap karung, balap kelereng, bakiak, dan yang paling seru buat gue, panjat pinang!
Ada juga lomba dan kompetisi lain seperti panco, tarik tambang, sepakbola pakai daster/sarung, dan lain-lain.

Jujur aja, pas di RT gue cuma supporter. Banyak yang lebih jago makan kerupuk sama balap karung, nggak bisa main voli, nggak bisa ikut main bola karena cuma ada buat cowok, dan balap kelereng cuma buat anak-anak.

Tapi di sekolah, gue lumayan aktif. Biasanya gue ikut lomba bakiak, tarik tambang, sama udah pasti main sepakbola dong!

Selain itu, setiap 17-an, sekolah gue selalu mengirimkan tim Paskibra untuk bersaing di tingkat, kelurahan, kecamatan, bahkan sempat mencapai tingkat nasional! Gue yang sama sekali nggak ikutan Paskibra aja ikutan bangga.

Lalu gue lulus sekolah, dan lulus kuliah, dan pindah ke komplek rumah yang sekarang. Pertama-tama, nggak ada perayaan 17-an, oh mungkin karena lagi pada puasa, karena waktu itu 17 Agustus pas Ramadhan. Selama 3-4 tahun 17 Agustus jatuh pada saat orang-orang puasa atau lebaran. Tapi setelahnya, ternyata emang nggak pernah ada lomba atau acara apa-apa.

Waktu gue ngelirik komplek-komplek sebelah dan sekitar, ternyata mereka pada ngerayain 17-an dengan berbagai macam lomba.

Memang rumput tetangga selalu lebih...merah-putih ya.

Tapi sebenernya, kalo dipikir-pikir, kenapa gue, dan juga orangtua gue, selalu mengeluh bahwa di komplek kita ini nggak ada acara-acara untuk merayakan 17-an? Orangtua gue selalu mengeluh, katanya warga di sini nggak ada inisiatif.
Lah, kami kan warga juga? Kenapa nggak kami saja yang berinisiatif mengadakan acara dan lomba-lomba untuk 17-an?
Mungkin tahun depan bisa dicoba. Kali aja, berawal dari EO 17-an RT, tau-tau bisa berkembang jadi EO kejuaraan dunia balap karung. Eh ada nggak sih? Siapa tau ada.

Masih soal ngeluh-mengeluh nih, kedua orangtua gue tuh suka banget ngeluh soal tetangga-tetangga yang males pasang bendera tiap 17 Agustus. Beneran loh! Bahkan kalo soal ini mereka nggak cuma ngeluh, tapi juga menegur satu-satu tetangga yang nggak pasang bendera.

Yah, ini balik lagi ke masing-masing sih ya. Tapi kalo menurut gue, sebagai orang yang merasa terganggu dengan orang lain yang mengusik cara orang beragama dan beribadah, gue nggak akan mengusik hubungan orang lain dengan negara.

Bukan cuma gue loh yang nggak suka kalo orang ikut campur masalah agama dan kepercayaan. Kedua orangtua gue pun paling anti sama yang mengatasnamakan agama untuk menuduh orang lain sesat. Hubungan orang dengan Tuhan itu personal, cukup buat masing-masing aja, nggak perlu ngurusin orang lain. Kita sendiri juga belum tentu agamanya udah sempurna.

Nah apa bedanya sama hubungan orang dengan negara? Kami pasang bendera, sejak seminggu sebelum dan seminggu setelah hari kemerdekaan. Lalu ada beberapa orang yang hanya pasang bendera pada saat hari kemerdekaan, dan ada yang tidak pasang bendera sama sekali. Apakah mereka kurang nasionalis dibandingkan kami?

Apa yang sudah kami lakukan untuk negara? Tidak usah bicara besar. Apakah kami lebih memilih produk lokal daripada produk luar? Apakah kami lebih banyak menonton film lokal daripada Hollywood? Apakah kami lebih memilih berlibur ke tujuan wisata lokal daripada internasional? Kalo yang terakhir, iya sih, tapi lebih karena murah aja.

Ibu gue itu orangnya anti banget sama yang lokal-lokal. "Udah beli mahal-mahal, jauh-jauh di luar negri, taunya buatan Indonesia," entah berapa ribu kali komentar semacam itu keluar dari mulutnya, dan ibu-ibu lainnya.
Tiap diajakin nonton film Indonesia, "Oh film Indonesia ya? Mamah nggak deh kalo film Indonesia."
Ya, iya sih, gue pun mengakui, masih banyak film Indonesia yang mengecewakan. Tapi banyak juga kok yang jauh lebih bagus dari film luar, apalagi film Hollywood.
Tiap denger lagu, pas denger musiknya padahal menikmati, eh begitu kata-katanya keluar, ternyata bahasa indonesia, langsung buru-buru diganti.
Entah kenapa ya, ibu gue ini antiii banget sama yang indonesia-indonesia. Kayaknya tuh, alergi apa gimana gitu.
Makanya gue juga heran, kenapa sih lo ngurusin banget orang mau pasang bendera apa nggak?

Dan orang kaya gitu bukan cuma satu loh di Indonesia. Banyak coy! Seperti orang-orang yang ngerasa lebih beriman dari yang lain, sehingga yang lain sesat. Setiap orang yang ngerasa nasionalis pun seenaknya ngecap orang lain kurang nasionalis, atau bahkan anti NKRI.
Setiap kubu politik, baik yang mendukung si A maupun si B, si C, atau si D, apapun ideologinya, sama-sama merasa lebih nasionalis, lebih pancasilais, dan lebih berhak untuk berteriak "NKRI harga mati!"
Yakin? Gue todong pistol juga lo pindah kewarganegaraan!

Udah lah, nggak usah koar-koar mana yang bener mana yang salah, mana yang nasionalis, mana yang nggak. Gue yakin kok semua rakyat Indonesia cinta sama Indonesia, bangga menjadi bangsa Indonesia, dan mengabdi pada negara dengan caranya masing-masing. Yang paling penting itu kita damai dan bersatu!

Ironis banget kan, teriak-teriak NKRI harga mati, tapi masih kemakan juga sama isu-isu pemecah belah bangsa?