Selasa, 31 Desember 2013

Happy New Year: This Year Goals and Late Last Year Annual Review

January 1, 2014 --> yeay! first post!

Good morning everyone! Happy new year!

Okay, so it’s been a happy new year so far. Guess what! I just went around my neighborhood and no one was around! I know everyone has been celebrating new year like really, really big, and they must have been staying all night till morning. So I’m pretty sure they’re not gonna wake up until noon. Well, hope so. It was really fun taking my dog for a walk with no one around.

It’s kinda late to write some annual review, but here’s my annual review.
My business didn’t go very well last year. I lost the most precious team I ever had. And it was all my fault. I’m totally gonna make it up this year. so I’m not gonna talk so much about business. And it’s my privacy anyway.

But last year was all about love. Maybe some things didn’t work really well last year, but I had a very happy year. I had a wonderful year, wonderful moments with my family, friends, and lovers.
I spent so much time with my family and I really enjoyed it. Last year was full of traveling for my family. Well, I didn’t go to Europe last year like the years before. But I traveled more! And most of the times with my family. And when we were not traveling, we hung out together, just went around, had dinner together.
Let me tell you something. I’m not a good family member. I have the perfect family but I hardly appreciate them. I got wonderful friends and lovers too. But I never appreciate them like last year. Big things happened and I realized how much they all mean to me. They’ve been very loving and caring to me.

You know, I’ve been a very cold-hearted person, arrogant, and used to think that I don’t need anyone. But last year I was attending some… let’s say… seminar, and the speaker asked the audiences if anyone ever hurt us. We had to tell the name, or names, of anyone ever hurt us, then forgive them. I tried so hard to think of a name, but I couldn’t think of any name. Then suddenly I realized, the only thing makes me never appreciate the loves people gave to me, is how easily I got the loves. If love is money, then I’m like a rich kid that never appreciates money because the parents keep showering the kid with money.
So I started to appreciate love, and everything that I have. And I feel so happy.

And I met someone. I won’t tell you much about this special one because it’s kinda privacy, don’t you think? But I’m gonna tell you what makes this person so special to me. When we’re together, we can really talk about things. We can talk about anything. Yes, I have best friends like that too, but it’s different. It’s unexplainable. We love each other for the reasons that make us love each other. This kinda thing is really new for me, so I thought of leaving so many times, but… we just belong together. And this relationship has given me sooo many new knowledge of life. I learnt a lot about happiness. So, I wanna thank you, my one and only… J

Last year has been a roller coaster to me. I love it! I love roller coaster! Yeaaa!
And now I’m gonna make my goals for this year.

This is the goal:


Well, can I?

YES! I can! I'm 100% sure!
I've made a very tight schedule to reach all my goals. So..., let's see!

Sabtu, 21 Desember 2013

Peran Penting Seorang Ibu

Sunday, December 22, 2013

Hari ini adalah sebuah hari yang sangat istimewa bagi semua ibu di Indonesia. Mengapa hanya di Indonesia? Karena hanya di Indonesia Hari Ibu dirayakan tanggal 22 Desember. Mengapa istimewa? Karena… sepertinya hanya satu hari ini saja masyarakat menyanjung-nyanjung peran wanita sebagai seorang ibu.

Seorang ibu, adalah sosok yang paling mulia dan begitu berjasa bagi anak-anaknya. Tanpa mengesampingkan peran ayah, peran wanita sebagai seorang ibu begitu pentingnya dalam keluarga.
Perjuangan yang dimulai dari mengandung selama sembilan bulan, dengan segala masalah dan resikonya, berusaha mencukupi kebutuhan nutrisi calon bayinya walaupun sulit untuk makan di saat rasa mual melanda. Lalu melahirkan, juga dengan segala masalah dan resikonya. Dan perjuangan tidak sampai di situ. Kemudian ibu harus menyusui anaknya, mengajarkan anaknya bicara dan berjalan, menyuapi, mendidik sampai tumbuh dewasa. Menjadi ibu, membesarkan anak-anak sampai tumbuh dewasa, adalah pekerjaan yang memerlukan skill yang begitu tinggi. Tidak ada ilmu pastinya. Setiap anak memiliki karakter yang berbeda-beda, dan karenanya, memiliki masalah yang juga berbeda-beda.
Dan pekerjaan seorang ibu bukan hanya mengurus anak-anak, namun juga mengurus suami, mulai dari bangun pagi, berangkat kerja, pulang kerja, sampai menjelang tidur. Belum lagi mengurus segala urusan rumah tangga. Bahkan ketika memiliki pembantu rumah tangga pun, ibu juga yang harus mencari pembantu, mengawasi pekerjaan pembantu sambil ikut berkerja juga, memikirkan apa yang harus dimasak untuk sarapan, makan siang, dan makan malam.

Itulah peran yang begitu penting dari seorang ibu rumah tangga.

Sayangnya, kebanyakan orang masih sering lupa betapa pentingnya peran ibu rumah tangga. Pada masa yang konon sudah maju ini, isu kesetaraan gender menuntut wanita untuk ikut berkerja, membantu pria mencari nafkah. Kalau memang tuntutan ekonominya begitu, ya mau apa lagi. Masalahnya, kemudian wanita jadi lebih dihargai ketika memiliki karir di luar rumah, ketika menghasilkan uang. Sehingga ada kesan, wanita yang tidak berkarir seolah hanya ‘mendompleng’ pada suami.
Orangtua yang memiliki anak laki-laki, ketika menilai calon istri sang anak, melihat apakah wanita itu berkarir atau tidak, punya penghasilan sendiri atau tidak. Ada beberapa wanita yang ingin maju dalam pendidikan atau karirnya, dengan alasan, agar tidak diremehkan keluarga suami. Apakah tidak cukup bahwa wanita itu memiliki keahlian untuk mengurus suami dan anak-anaknya? Tidak semua wanita mampu menjadi ibu rumah tangga.
Mereka lupa bahwa mengurus rumah tangga, anak-anak dan suami, membutuhkan keahlian dan kesabaran lebih dibandingkan berkerja di kantor. Pekerjaan apapun ada liburnya, ibu rumah tangga liburnya kapan? Pekerjaan apapun ada kenaikan pangkat, penghargaan atas prestasi kerja, pemberian tanda jasa setelah mengabdi sekian tahun, ibu rumah tangga tidak. Ibu-ibu kita tidak mengharapkan tanda jasa, piagam, atau sertifikat penghargaan. Suami dan anak sering lupa untuk menghargai istri dan ibu, bahkan kadang meremehkan dan menyakiti perasaan istri dan ibu.

Masyarakat pada umumnya begitu memuja wanita yang memiliki karir cemerlang. Bukan berarti itu salah. Bukan berarti wanita karir itu salah. Malah sebenarnya tidak ada salahnya. Wanita yang memiliki karir cemerlang memang hebat. Tapi mengapa masyarakat tidak menuntut pria untuk bisa mengurus anak? Mengapa masyarakat tidak memuja-muja pria yang bisa mengatur rumah tangga, mendidik anak-anak, dan melayani istri yang lelah berkerja?
Kalau yang mencari nafkah wanita, dan yang mengurus rumah tangga juga wanita, lalu peran pria apa?
Kalau memang peran pria sebagai pencari nafkah begitu pentingnya dibandingkan peran wanita mengurus rumah tangga dan membesarkan anak, mengapa pria tidak menikahi sesama pria saja?

Wanita bisa saja berkerja mencari uang dan mengejar kesuksesan dalam berkarir kalau mereka mau, tapi pria, sampai kapanpun tidak akan bisa hamil, melahirkan, dan menyusui!
Marilah kita mendukung kesetaraan gender, bukan dengan menuntut wanita untuk bisa melakukan pekerjaan pria, tapi dengan menghargai peran wanita setara dengan kita menghargai peran pria.

Ingat, di balik kesuksesan setiap laki-laki hebat selalu ada ibu dan istri yang hebat ikut berperan di dalamnya.

Terimakasih bagi semua ibu, khususnya ibu rumah tangga, yang telah melakukan pekerjaan yang sangat luar biasa. Terimakasih khususnya kepada wanita yang sangat luar biasa, wanita paling kuat dan paling sabar, ibu yang telah melahirkan dan membesarkan saya.


Selamat Hari Ibu J

Selasa, 10 Desember 2013

Ketika Kita Rela Membunuh Masa Depan

December 11, 2013

Ada yang pernah menonton film berjudul “Looper”?

Film yang dibintangi oleh Joseph Gordon-Levitt dan Bruce Willis ini bercerita tentang orang-orang yang berprofesi sebagai pembunuh bayaran, yang khusus bertugas membunuh orang yang dikirim dari masa depan, melalui mesin waktu. Profesi inilah yang dinamakan sebagai “Looper”.

Alkisah di tahun 2074, berbagai organisasi kriminal menyingkirkan musuh-musuh mereka dengan cara dikirim ke waktu 30 tahun sebelumnya, untuk langsung dibunuh oleh looper yang sudah menunggu mereka di tahun 2044.
Caranya sederhana. Seorang looper bersiap-siap dengan senjatanya di suatu tempat dan waktu yang telah ditentukan. Begitu kiriman sampai dari masa depan, berupa seorang korban dengan wajah ditutupi kain, tugas looper adalah langsung menembakkan senjatanya ke jantung korban. Tidak ada penundaan, tidak ada kesempatan untuk berpikir. Mereka harus langsung menarik pelatuk begitu korbannya muncul, sebelum mereka berubah pikiran, sebelum korbannya sempat melarikan diri. Dalam hitungan sepersekian detik, peluru langsung ditembakkan.

Para looper memiliki bayaran yang tinggi sekali, yang berupa batangan perak bernilai jutaan dolar, yang diikatkan di bagian punggung setiap korban. Di saat itu, mereka kaya raya dan menghabiskan hidup mereka untuk berpesta-pora. Namun ada harga yang harus dibayar: ketika menyatakan setuju untuk menjadi seorang looper, mereka harus setuju untuk membunuh diri mereka sendiri yang dikirim dari masa depan.
Setelah korban meninggal, looper dilarang membuka penutup kepala sang korban. Mereka hanya boleh mengambil bayaran berupa batangan-batangan perak tersebut. Dan ketika bayaran di balik punggung korban adalah emas, bukannya perak, maka para looper tahu bahwa korban yang baru dibunuh adalah diri mereka sendiri dari masa depan. Itu tandanya mereka pensiun. Tugas mereka sebagai looper berakhir. Dan mereka menikmati kekayaan mereka sampai tiba saatnya mereka menghadapi nasib yang sudah mereka sepakati sendiri: dikirim ke masa lalu untuk ditembak mati.

Menjadi seorang looper sekilas memang enak, dibayar jutaan dollar untuk setiap kasus. Namun ada harga yang sangat mahal yang harus dibayar, yaitu nyawa mereka di masa depan.

Pertanyaannya, kalau anda yang ditawari pekerjaan semacam itu, apakah akan anda terima pekerjaan tersebut?

Saya rasa sebagian besar orang akan menjawab tidak mau. Mungkin ketika kita menonton ‘Looper’, kita tidak habis pikir mengapa ada orang yang mau menerima pekerjaan semacam itu. Mengapa ada orang yang rela membunuh dirinya sendiri di masa depan hanya untuk kekayaan sesaat?

Baiklah. Mungkin banyak orang berusia 20 sampai 30-an yang tidak rela membunuh diri mereka di usia 50 tahun, walau diiming-imingi bayaran tinggi. Bagaimana dengan usia 60 tahun? 70 tahun?

‘Looper’ memang contoh yang sangat ekstrim. Tapi sebenarnya, tanpa disadari, kita pun seringkali melakukan hal yang sama. Seringkali, kita mengambil keputusan-keputusan sejenis.

Sekarang mari kita bercermin dan melihat apa yang selama ini sudah kita lakukan untuk masa depan kita. Apakah kita sudah cukup minum air mineral setiap hari? Apakah kita sudah berolahraga setiap hari? Apakah kita sudah berkerja dengan maksimal? Apakah kita sudah membina hubungan baik dengan orang-orang yang kita cintai? Apakah kita sudah mengumpulkan aset untuk masa tua? Apakah kita sudah beribadah dan menabung amal untuk di akhirat nanti?

Atau selama ini kita lebih memilih bermalas-malasan di depan TV, nonton gossip sambil makan cemilan? Makan makanan berlemak, junk food? Merokok? Lebih suka minum kopi dan soda ketimbang air mineral? Menghambur-hamburkan uang hasil kerja keras kita untuk kesenangan jangka pendek?

Tanpa disadari, sebenarnya itulah yang kita lakukan sehari-hari. Saat kita memilih untuk menikmati rokok hari ini, sebenarnya kita sedang memberikan penyakit pada diri kita di masa depan. Saat kita mengundur keputusan untuk mulai menabung untuk pendidikan anak, sebenarnya kita sedang menambah beban diri kita di tahun-tahun berikutnya.

Penundaan adalah pembunuh masa depan.

Tiga puluh tahun dari sekarang adalah masa depan. Sepuluh tahun dari sekarang adalah masa depan. Setahun dari sekarang adalah masa depan. Besok adalah masa depan.

Saat kita menunda pekerjaan rumah hari ini, sebenarnya kita sedang menumpuk beban pekerjaan yang lebih berat untuk diri kita sendiri di hari-hari berikutnya. Ketika kita sering memiliki pemikiran semacam, “Mulai besok saja” atau “Mulai minggu depan saja”, “Mulai tahun depan saja”, maka kita akan sering memiliki penyesalan semacam “Seandainya saya memulainya kemarin”, “Seandainya saya memulainya setahun yang lalu”, “Seandainya saya tidak menunda keputusan itu.”

Di penghujung tahun seperti sekarang ini, mungkin banyak dari kita yang menyesalkan penundaan-penundaan yang telah kita lakukan sepanjang tahun.

Karen Lamb* mengatakan, “Setahun dari sekarang, kau akan berharap bahwa kau telah memulainya hari ini.”

Saat kita menunda sebuah keputusan yang baik hari ini, sebenarnya kita sedang merugikan diri kita di masa depan. Mungkin itu 30 tahun dari sekarang. Mungkin 10 tahun dari sekarang. Mungkin setahun dari sekarang, atau satu bulan dari sekarang, atau satu minggu, atau besok. Ingatlah bahwa diri kita di masa depan adalah orang yang sama dengan diri kita saat ini.


Maka buatlah keputusan anda sekarang juga, dan berkorban lah untuk masa depan anda sekarang juga. Karena penyesalan tidak akan mengubah apapun.

*Penulis buku motivasi berkebangsaan Australia