Senin, 11 Juli 2016

Mesin Waktu

Selasa, 12 Juli, 2016

Memori, atau ingatan, adalah hidup, adalah identitas, adalah apa yang membentuk suatu individu.
Bagiku yang mudah lupa, ingatan adalah segalanya. Setiap detail dari masa lalu begitu berarti, bukan untuk diungkit-ungkit, hanya untuk dinikmati.

Karena itu aku begitu senang membaca catatan-catatan lama di diary-ku.
Sudah sejak kecil aku suka menulis. Sepakbola pun pernah membuatku jenuh. Tapi menulis dan menggambar adalah kegiatan yang selalu aku nikmati, kapanpun, di manapun.

Sejauh yang bisa diraih ingatanku, pertama kalinya aku mulai menulis diary adalah kelas 4 SD, di sebuah buku diary kecil untuk anak SD. Saat itu aku hanya menulis diary saat ada kejadian penting saja. Semakin lama frekuensiku menulis semakin tinggi, dan tulisanku semakin detail. Sejak SMA kelas 2, aku sudah bercita-cita ingin mengabadikan setiap detail dalam setiap hariku dalam diary. Berawal dari hari pertama di kelas 3 SMA, sampai kuliah, aku terus berusaha menulis diary setiap hari, sedetail mungkin. Sampai akhirnya, di tahun 2007 – 2009, aku berhasil menulis diary setiap hari. Saat tidak ada kejadian penting pun, pasti ada pikiran atau perasaan yang kutuangkan dalam diary.

Kebiasaan itu semakin menghilang di akhir tahun 2009. Begitu banyak yang terjadi pada masa itu. Aku mengerjakan Tugas Akhir yang sangat menyita waktu, ditambah pindahan dari kos ke rumah lama, lalu dari rumah lama ke rumah baru. Setelah itu asisten rumah tangga yang sudah bertahun-tahun mengabdi, berhenti kerja, dan aku harus menyesuaikan diri dengan mengerjakan semuanya sendirian, termasuk merawat anjing-anjing.

Akhirnya, kebiasaan itu hilang sama sekali. Sampai saat ini, aku terus berusaha untuk mengembalikannya. Mengapa itu begitu penting?

Apa yang sudah kutulis dengan detail dari tahun 2004 – 2009, telah menjadi sebuah mesin waktu. Kapanpun aku ingin mengunjungi masa laluku, aku hanya perlu membuka kembali lembaran-lembaran virtual yang telah kutulis.

Aku teringat bagaimana kehidupan pada saat itu. Aku teringat pada aku yang dulu, caraku bicara, caraku menulis, siapa teman dekatku, bagaimana caraku berinteraksi dengan orang lain, apa yang sedang kupikirkan pada hari itu, semuanya.

Aku teringat pada masa di saat internet belum menjadi bagian terpenting dalam hidupku.

Aku bukan orang yang paling mutakhir dalam mengikuti perkembangan zaman. Di saat orang lainnya sudah begitu aktif dengan sosial media, aku masih cukup puas dengan keterkucilanku di sebuah kamar kos yang nyaman dengan TV kabel.

Aku tidak banyak berkomunikasi dengan dunia. Komunikasi pada saat itu baru telefon dan pesan tertulis yang disebut SMS, yang keduanya kubenci. Teman-temanku adalah siapapun yang wujud konkretnya ada di sekitarku.

Aku tidak banyak menghabiskan waktu dengan teman ataupun keluarga. Mungkin hanya 20 – 30 % dari keseluruhan waktu hidupku. Sisanya banyak kuhabiskan sendirian, dengan laptopku, diary digitalku. Aku menceritakan semuanya pada diary-ku. Semua kejadian dalam hidupku, semua perasaan, bahkan hasil pertandingan sepakbola dan jalan cerita opera sabun yang kuikuti, buku yang kubaca, semuanya tidak kuceritakan pada manusia, tapi pada sebuah komputer.

Keahlian sosialku tidak lebih buruk atau lebih baik dari sekarang. Saat berhadapan dengan manusia, aku tetap bisa berkomunikasi dan membaur. Sama seperti masa sebelum dan setelahnya, aku senang membuat orang tertawa, dan menikmati saat-saat berkumpul dengan teman dan keluarga. Hanya saja, memang sebagian besar waktuku kuhabiskan di depan komputer, untuk menulis, curhat, entah itu senang, marah, sedih.

Apakah pandanganku pada saat itu lebih sempit dan hanya terfokus pada aku dan komputerku? Sama sekali tidak. Aku tetap membaca buku dan berkomunikasi dengan orang lain. Aku bahkan lebih sering duduk dan bertukar pikiran selama berjam-jam dengan teman dekat ataupun saudara. Sesuatu yang justru sulit kudapatkan sekarang ini, saat aku lebih banyak bergaul baik melalui media sosial maupun pertemuan fisik.

Dulu aku cukup puas mengemukakan pendapatku mengenai suatu hal pada komputer, yang menyimpannya untukku pribadi, untuk kubuka di kemudian hari, kapanpun itu. Kini, rasanya kurang puas kalau belum menyampaikan pendapatku di media sosial, dan mendapat tanggapan dari orang-orang lainnya.


Aku tidak menganggap masa itu ataupun ini lebih baik atau lebih buruk. Saat ini aku hanya sedang merindukan masa-masa itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar